Quantcast
Channel: An Official Site of Ayu Welirang
Viewing all 246 articles
Browse latest View live

Tips Mengelola Keuangan untuk Pasangan Muda

$
0
0
Image Source: Pexels
Halo sobat blogger! Kali ini saya mau coba berbagi tips-tips kehidupan bagi pasangan muda yang mungkin baru selesai melaksanakan pernikahan, atau baru beberapa bulan menikah, atau yang akan menikah.

Nah, tips kali ini berhubungan dengan masalah finansial. Seperti yang sudah kita ketahui bersama, bahwa masalah finansial ini cukup penting dalam kehidupan apalagi dalam kehidupan rumah tangga. Memang sih, uang bukan menjadi segalanya. Tapi, bagaimanapun, segalanya butuh uang bukan? Jadi, setelah perayaan atau setelah acara pernikahan yang umumnya memakan banyak biaya (karena budaya di Indonesia sebagian besar merayakan pernikahan denganmemakan banyak biaya), maka perlu ada suatu cara untuk membuat kondisi keuangan pasca acara pernikahan agar stabil kembali. Tentu saja, semua ini dilakukan untuk memulai perjalanan yang lebih jauh dan panjang, karena setelah menikah, akan banyak hal yang membutuhkan perjuangan.

Nah, kebetulan saya juga pasangan yang baru menikah kurang dari satu tahun dan banyak mengelola keuangan sendiri bersama suami tanpa campur tangan orang lain, supaya stabil. Jadi, selamat menyimak tips-tips ringan dari saya sebagai sesama pasangan muda. Tips ini dapat dipraktikkan oleh teman-teman pasangan muda sekalian, agar tepat mengelola keuangan setelah menikah.

1. Membuat Anggaran dan Prioritas
Hal ini menurut saya paling penting, karena semua pemasukan dan pengeluaran diharapkan agar tercatat sehingga dapat mengukur seberapa besar uang tersisa yang dapat ditabung. Tabungan ini sebenarnya bukan sisaan uang. Dalam praktik yang saya lakukan, saya menabung 30% dari total uang setelah dikurangi hal-hal wajib. Oh ya, jangan lupa membicarakan pemasukan masing-masing akan dipakai untuk apa (jika kedua pihak bekerja). Hal ini untuk menghindari adanya perselisihan yang terjadi karena pengeluaran dan pemasukan yang kadang dialami oleh pasangan baru menikah. Jadi, apa saja sih anggaran dan prioritas yang saya punya? Nah, mungkin gambaran di bawah ini bisa menjadi contoh kasar anggaran prioritas ya. Daftar ini saya urut dari yang paling wajib.

- Zakat Maal
Zakat ini khusus teman-teman Muslim. Dibayar masing-masing per bruto pemasukan.

- Cicilan
Misalnya teman-teman memutuskan untuk mengontrak rumah, maka sisihkan anggaran bulanan yang dibagi dari biaya kontrak tahunan. Namun, kalau langsung mencicil rumah, maka anggarkan biaya cicilan rumah per bulan. Jangan lupa kalau ada cicilan lain yang wajib dikeluarkan per bulan agar tidak ada tunggakan, langsung dipotong di awal. 

- Tabungan
Hitungan saya untuk tabungan ini sekitar 20% - 30% dari sisa pemasukan setelah dikurangi zakat dan cicilan. Maka rumusnya jadi begini:  

Tabungan = 30% * (Pemasukan - (Zakat + Cicilan))
Nah, ini sebenarnya kondisional, karena tergantung pemasukan pada bulan itu sebanyak apa. Tapi, saya sih usahakan selalu 30% supaya flat nabungnya.

- Biaya bulanan
Biaya bulanan ini biasanya saya ambil sisa dari pemasukan setelah dikurangi tabungan, besarnya akan beda-beda per bulan. Tapi, sejauh ini sih Alhamdulillah masih cukup untuk biaya bulanan, masih bisa untuk makan sehat dan bergizi. Saya mengurangi jajan di luar supaya hemat. Jadi, biasanya kalau jajan di luar sih cuma sebulan sekali. Haha!

2. Buat Dana Darurat
Dana darurat ini biasanya saya ambil sekitar 10% - 20% dari biaya bulanan. Lokasinya juga terpisah di rekening lain, agar bisa sewaktu-waktu diambil jika ada hal mendesak. Sama saja seperti menabung, tapi bisa diambil jika mendesak saja.

3. Buat Pos Rekening
Saya dan suami punya beberapa rekening berbeda, untuk kebutuhan yang berbeda-beda. Hal ini supaya pemasukan yang ada langsung dimasukkan ke rekening satu pintu ke bendahara keluarga (kebetulan yang menjadi bendahara di rumah itu saya sendiri. Katanya sih karena perempuan lebih cekatan mengelola keuangan). Rekening ini ada rekening gajian atau pemasukan saja, rekening khusus tabungan yang tidak boleh diutak-atik. Untuk rekening biaya bulanan biasanya ada di salah satu dan sama dengan rekening pemasukan. Misalnya, untuk biaya bulanan ada di rekening pemasukan saya, sedangkan biaya cicilan rumah dan lain-lain ada di rekening pemasukan suami. Pokoknya, ini bisa diatur, tergantung kebutuhan teman-teman saja.

4. Membuat Laporan Keuangan
Laporan keuangan ini bukan cuma berfungsi untuk yang sudah berkeluarga saja, tapi sebenarnya untuk teman-teman yang masih single juga berfungsi banget. Laporan keuangan bisa dibuat sendiri secara sederhana, pokoknya melaporkan semua pemasukan (kredit) dan pengeluaran (debit). Nanti sisa saldo juga dicatat setiap ada pemasukan atau pengeluaran. Kalau malas ribet pakai Excel, teman-teman bisa pakai aplikasi manajemen keuangan yang sudah banyak bertebaran di app store atau play store. Untuk pengguna Android, bisa coba Money Manager, Expense Manager, Monefy, atau aplikasi lainnya. Silakan klik link ini untuk melihat aplikasi laporan keuangan macam apa yang cocok buat teman-teman. Intinya, laporan keuangan sangat membantu kita untuk memonitor kemana larinya uang-uang kita. Karena, kita kadang nggak sadar berapa kali jajan dalam sehari, sebenarnya kalau dihitung-hitung dari jajan yang receh-receh itu, bisa jadi sehari-hari habis sampai berpuluh bahkan ratus ribu. Cuma memang nggak kerasa, karena kita nggak pernah catat.

5. Komunikasi Terbuka
Memang masalah uang ini selalu jadi hal paling sensitif untuk dibicarakan. Tapi, hal-hal sensitif tersebut lebih baik dibicarakan secara terbuka dan baik-baik, untuk menanggulangi hal-hal yang tidak diinginkan. Lagipula, komunikasi terbuka seperti ini akan mempererat hubungan dalam keluarga. Jadi, jangan ragu untuk bilang kalau ada keperluan mendesak atau hal-hal tak terduga yang butuh uang lebih.

6. Jangan Ada Kartu Kredit!
Haha! Ini sebenarnya butuh nggak butuh. Kadang, ada pihak yang bilang butuh kartu kredit, apalagi kalau udah berkeluarga. Tapi, saya sendiri berprinsip untuk nggak pakai kartu kredit. Kenapa? Karena, kartu kredit ini menggoda banget bagi para pemakainya untuk tidak memperhatikan cashflow atau 'uang fisik' yang ada. Jadi, waktu ingin beli, tinggal gesek. Tahu-tahu nanti di akhir bulan, cicilan kartu kredit atau tunggakan yang harus dibayar membengkak. Hal ini bisa mengganggu stabilitas tabungan keluarga. Jadi, saran saya sih hindari penggunaan kartu kredit. Saya bahkan punya dua kartu kredit yang waktu itu tiba-tiba datang ke rumah tanpa saya minta. Akhirnya saya potong dan hancurkan aja daripada disalahgunakan orang lain. Kalau memang butuh membeli sesuatu yang harus memakai kartu kredit, biasanya saya pinjam teman saja lalu bayar cash. Lagipula, lebih enak bayar cash kaaan daripada punya utang?

7. Jangan Boros!
Nah, tips terakhir ini memang gampang-gampang susah, karena kita perempuan memang mudah tergoda sama teknik marketing, teknik diskon yang sebenarnya adalah tipuan, dan teknik-teknik pemasaran lain. Cara satu-satunya untuk mengurangi pemborosan adalah dengan mengurangi follow akun online shop dan jangan buka website jualan. Udah gitu aja~

Nah, mungkin kurang lebih itulah beberapa tips yang saya praktikkan di keluarga kecil saya saat ini. Memang cuma hal-hal sederhana, tapi kalau konsisten, nantinya kondisi keuangan akan membaik seiring dengan berjalannya waktu. Jadi, saatnya untuk kencangkan ikat pinggang dahulu dan kurangi keinginan yang terlalu wah, karena jalan hidup rumah tangga masihlah panjang. Kalau kata orang tua saya, "Ini mah belum ada seujung kuku."

Lebih baik bersusah-susah dahulu, bersenang kemudian, daripada bersenang-senang melulu, mendulang utang kemudian. Azeg~

Jadi, selamat berjuang ya teman-teman pasangan muda! Semoga tips ini sedikit membantu. Oh ya, kalau ada yang punya tips lain atau mau menambahkan, silakan tinggalkan komentar yaaa. Kalau sempat, Insya Allah nanti saya backlink di post ini.

Salam!

Usaha Terbaik: Menerbitkan Buku Lewat Penerbit Mayor

$
0
0
Hai kawan pembaca! Saat menulis post di blog ini, naskah novel saya yang keempat sudah ada di meja editor. Semoga naskah novel saya kali ini mendapatkan respon positif seperti buku saya sebelumnya, dan bisa menyapa kalian semua di toko buku terdekat. Nah, semua ini juga berkat usaha terbaik dan konsistensi menulis yang saya mulai sejak tahun 2008. Berawal dari menulis cerita pendek dan puisi menye-menye di situs kemudian.com, saya akhirnya bisa mewujudkan mimpi saya sejak SMP dulu, untuk menjadi penulis fiksi. Oleh karena itu, saya ingin berbagi sedikit pengalaman agar membantu atau malah bisa menginspirasi teman-teman sekalian yang ingin menerbitkan buku di jalur mayor.

Berikut ini beberapa langkah sederhana dari ratusan usaha terbaik yang dapat teman-teman lakukan agar novel teman-teman berjodoh dengan penerbit mayor.

1. Tetapkan Positioning dan Segmentasi Novel

Seperti dalam dunia periklanan, karya fiksi harus memiliki positioning dan segmentasi. Hal ini untuk menunjukkan identitas dan agar karya fiksi memiliki ruang pembaca khusus. Misalnya, karya fiksi kalian bernuansa thriller-suspense, maka harus ditetapkan pula positioning-nya untuk siapa, pecinta thriller yang bagaimana, segmentasi usia, demografis, psikografis, dan geografis juga harus ditentukan. Hal ini untuk menghindari kesalahan posisi novel kalian. Misalnya, novel kalian bernuansa thriller, tapi berada di tangan pembaca romance, tentu tidak akan nyambung, walaupun pembaca romance mungkin saja membaca thriller juga. Pokoknya, tentukan segmentasi dan positioning untuk menempatkan novel kalian ke tangan pembaca yang tepat dan memasuki jendela pikiran pembaca.

Sumber Gambar: SayQuotable

2. Tetapkan Penerbit yang Dituju
Seperti halnya buku kalian, penerbit juga punya segmentasi sendiri atas karya-karya yang diterbitkan. Untuk hal ini, kalian harus menentukan, mau dilempar ke penerbit yang bagaimana? Untuk tahu apa ciri khas atau segmentasi penerbit, teman-teman memang harus rajin nongkrong di toko buku, membaca buku, dan membandingkan buku-buku terbitan masing-masing penerbit yang dituju. Sebagai contoh, karya thriller atau kisah detektif, biasanya diterima oleh Bentang Pustaka atau Gramedia Pustaka Utama? Kenapa? Karena di rak buku, beberapa novel bernuansa thriller kerap kali diterbitkan melalui mereka, seperti karya-karya Tsugaeda yang diterbitkan Bentang, atau karya-karya Sidik Nugroho di Gramedia Pustaka Utama. Contoh lainnya, kisah romance dengan berbagai pasar, bisa dilempar ke Gagasmedia. Dulu sih mereka membuat segmentasi untuk dewasa, remaja, dan dewasa muda. Kalau sekarang saya belum perhatikan lagi. Dan untuk karya fantasi yang berbau abad pertengahan, kerajaan, naga, sihir, dan lainnya, bisa dicoba lempar ke Fantasious atau Mizan Fantasi. Biasanya mereka terima. Untuk karya lain, silakan teman-teman riset lebih lanjut dengan rajin nongkrong di toko buku. Nongkrong dan iseng membaca blurbs di sampul belakang itu, gratis kok! :D

3. Coba Berbagai Sayembara
Bagi penulis yang belum pernah menerbitkan sama sekali, memang agak susah untuk lolos jika karyanya tidak benar-benar masterpiece seperti karya-karya Dewi Lestari. Tapi, ada trik supaya penulis baru bisa masuk ke rak buku mayor. Caranya, dengan mengikuti berbagai sayembara kepenulisan yang diadakan oleh banyak penerbit. Sekarang sudah banyak sayembara yang menyenangkan dan mengasah kemampuan menulis kalian kok. Untuk informasinya, bisa mengikuti akun media sosial berbagai penerbit itu dan coba salah satu sayembara. Kalau saya sendiri, waktu awal menerbitkan buku di mayor, saya mencoba sayembara PSA2 dari Grasindo (Publisher Searching for Author ke-2), dan melahirkan naskah 7 Divisi yang terlahir ke rak buku secara sehat wal afiat. Kemudian, untuk mencoba peruntungan berikutnya, saya memenangkan pula GWP2 (Gramedia Writing's Project 2) dan mendapatkan pelatihan menulis serta coaching naskah saya sehingga melahirkan Halo, Tifa yang bersampul biru dan lucu banget (yah, walau sebenarnya naskah saya yang diberikan saran oleh editor itu yang thriller). :D

4. Jangan Banyak Mikir, Jangan Banyak Sosmed!
Waktu sudah mulai menulis, tetapkan deadline. Kalau terbiasa membuat outline terlebih dahulu, silakan buat outline. Untuk langkah membuat outline, bisa dibaca pada serial tips menulis yang saya buat. Terus, saat mulai menulis, jangan banyak dipikir, tetapi ditulis dulu. Riset sesekali jika ada topik yang ingin dimasukkan ke dalam karya fiksi dan membutuhkan bahan yang sesuai realita, tapi jangan sampai riset itu jadi lari ke main sosmed. Sesungguhnya, melalui pengalaman saya pribadi dan pengalaman beberapa teman penulis lainnya, sosmed adalah hantu yang mengganggu kita saat menulis. :))

5. Banyak Membaca
Membaca karya-karya lain yang setipe atau satu genre dengan karya fiksi yang akan kita tulis adalah salah satu langkah penanggulangan writer's block. Dengan begitu, kita bisa melihat bagaimana orang lain mengeksekusi karya mereka. Tapi ingat, jangan plagiat. Kita hanya cari ide, bukannya curi ide! :)

Sumber Gambar: We Break the Block

6. Banyak Menulis
Usahakan menulis sehari satu halaman. Ini hal yang paling sederhana yang bisa dilakukan oleh penulis. Dengan sering menulis, maka teknik penulisan dan juga pace yang dimiliki akan berkembang. Secara tidak sadar, hasil karya kita juga akan semakin baik seiring berjalannya waktu.

There is nothing to writing. All you do is sit down at a typewriter and bleed. -- Ernest Hemingway

7. Persiapkan Sinopsis yang Baik
Sinopsis berbeda dengan blurbs pada bagian belakang sampul. Sinopsis haruslah memuat inti dari novel, mulai dari awal cerita, konflik, hingga penyelesaian. Tapi, buatlah sinopsis ini menarik, agar editor tertarik membuka naskah kalian. Biasanya, sinopsis ini yang dibaca duluan sama editor. Jadi, kalau sinopsisnya tidak 'wah', biasanya akan disisihkan oleh editor. Kan sayang kalau ternyata naskahnya cukup keren? Nah, untuk pembuatan sinopsis novel ini, akan saya paparkan pada postingan berikutnya. Jadi, teman-teman silakan cek ke kategori ini untuk membaca beberapa writing tips yang saya sediakan sesuai pengalaman saya.

Mungkin tujuh usaha di atas hanyalah beberapa usaha terbaik dari sekian banyak usaha lain yang bisa kalian lakukan jika ingin karya fiksi kalian masuk ke penerbit mayor. Memang agak sulit, karena makin ke sini agaknya para penerbit cukup ketat menyeleksi karya. Penerbit memang investasi pada penulis dan properti intelektual penulis yang berupa naskah, makanya penerbit selektif sekali untuk memastikan karya yang mereka terbitkan itu laris atau minimal diterima oleh pasar. Jadi, jangan berkecil hati kalau belum diterima sama penerbit. Teruslah menulis dengan bahagia dan jangan lupa berdoa!

If you want to be a writer, you must do two things above all others: read a lot, and write a lot. -- Stephen King.

Menikah adalah Perkara Mental, Bukan Perkara Solusi Bokek!

$
0
0
Menikah adalah Perkara Mental, Bukan Perkara Solusi Bokek!
(Sebuah Curhat) 


Di era serba gadget ini, tren pasangan sudah bukan lagi relationship goals macam Dek Awkarin, atau artis Ibukota yang doyan jalan-jalan ke luar negeri, lalu foto dengan pose cium pipi. Kalau diperhatikan, tren terkini adalah foto berdampingan dengan pasangan dan berhiaskan cincin tunangan yang harganya bikin menjerit. Buat nambal ban motor aja, duitmu diirit-irit, apalagi buat beli cincin tunangan? 

Muda-mudi kita yang terkena tekanan karena scroll feed Instagram lalu kepingin menikah walau sudah jomblo menahun, kini malah semakin dipanas-panasi. Para motivator hijrah dadakan, bakulan hijab dan gamis yang sebenarnya nggak ada korelasi itu, malah tambah memanas-manasi dengan berbagai anjuran seperti, “Laper, ya makan. Haus, ya minum! Bokek, ya nikah dong, Shalihaat!” 

Atau yang bunyinya begini, “Mau travelling? Mending travelling sama suami kamu, Ukh! Selain lebih hemat kan lebih aman. Makanya nikah!”

“Udah putusin aja! Kamu aja cuma di-PHP-in, apalagi Tuhan kamu!” 

Jangan lupa ketika anak seorang ulama kondang menikah muda. Banyak yang tiba-tiba kepingin dan berujar, “Wah, jadi pingin nikah muda ya! Kayaknya asyique!” Nikah kok kagetan, kayak pasar malam. 

Dari berbagai pesan iklan ala layanan masyarakat berbalut strategi pemasaran di atas, mari garisbawahi maksud “hemat” dan “bokek”, yang kemudian diselingi dengan embel keagamaan agar pembaca semakin ‘ketik amin biar varokah!’ Nah, dari hemat dan bokek itu, urgensi pesannya apa ya? 

Mas Anang tahu? 

Nggak, ya? Kalo Mas Hamish Daud tahu? Hmm, Eren Jaeger mungkin tahu? 

Karena mereka nggak tahu, saya pun mencari korelasi hal yang hil itu. Saya lantas teringat percakapan dengan dua orang teman. Yang satu betulan, yang satu imajiner. Si teman betulan, seorang pujangga ternama di Pasar Burung Pramuka. Kalau teman imajiner ini ya diada-adain aja supaya enak ngobrol bertiga, biar nggak berdua banget. Kan yang ketiga adalah setan. Ciye gitu. Nggak ding, biar enak aja patungannya. Ngewarkop kok patungan, dasar kere!
Baiklah. Sebut saja nama teman saya ini Mbe dan Kucrit. 

Si Kucrit tiba-tiba mendatangi saya dan Mbe yang sedang nongkrong di warkop ternama Kayu Manis. Dia duduk dengan lesu. Wajahnya gusar. Sementara saya, asyik makan mi rebus Bang Warkop, yang kalau dibuat sendiri kok biasa aja. 

Melihat si Kucrit yang kusut mukanya, Mbe lalu bertanya, “Napa lu?” 

Si Kucrit menjawab, “Kerjaan banyak banget! Bete gue! Mana gaji nggak seberapa. Kalo gini mah, rasanya pengen dihalalin aja deh!” 

Mbe menjawab dengan wajah datar sembari mengembuskan rokok kreteknya, “Dihalalin? Emang elu daging babi?” 

Dengan jawaban begitu, kontan kuah mi rebus saya berpindah ke wajah Mbe. Tetapi, alih-alih ribut, Mbe dengan suara berat berwibawa mendakwahkan hal yang bisa jadi benar, bisa jadi salah, tergantung dengan siapa lawan bicaranya. Kalau lawan bicaranya yang suka pentung, ya pasti salah. 

“Elu mau menikah itu alasannya apa? Dah males kerja? Biar keren? Esek-esek? Atau mencari rahmat Tuhan? Kalau alasannya nggak penting, jangan! Entar kalo kebetulan lagi sulit finansial, emang elu mau tiba-tiba cere gitu? Atau kalo udah nggak bisa esek-esek lagi, gimana tuh? Bosen karena laki lu nggak mirip Fedi Nuril, apa bakalan menyesal? Nikah itu dasarnya mental, bukan perkara rekreasional apalagi materi. Kalau elu terus mengikuti standar media sosial dan ter-brainwash lalu menikah, nggak ada faedahnya. Lagipula, nikah itu kan seumur hidup, harus dipikirin. Nah, makanya deh gue jomblo mulu, soalnya gue males mikirin! Gue nggak akan kepinginan sama social standard semacam itu. Nggak boleh lah memaksa diri kayak Mas Pras sama Arini yang bahagia juga bersama Meirose.” 

Saya coba mengamini perkataan Mbe itu. Menikah memang bukan perkara lain-lain, tapi perkara revolusi mental. Bukan supaya hidup jadi ringan dan nggak perlu keluarkan duit sendiri, bukan karena bokek lalu mengharap ada yang bakal menafkahi, dan bukan masalah ‘dapur’ rumah tangga yang jadi makanan netizen supaya menunjukkan kalau kita berhasil nikah muda tapi tetap bahagia. Padahal, realita dunia pernikahan lebih keras dari hal-hal trivial macam itu. Menikah justru malah suatu cara di mana kita harus belajar untuk memikul beban berat suami, jadi dipikul berdua. Menikah itu mengubah mental dari yang tadinya suka jajan di kafe ter-hits yang instagramable, ke mental di mana makan gereh, nasi, sama kerupuk itu rasanya surga. Jangan dikira menikah itu seperti gambar-gambar ciamik yang selalu lewat di feed medsos, lho! Di dalam pernikahan, rumah tangga itu benar-benar banyak tangganya dan akan menjegal suatu hari, kalau keseringan lihat rumput tetangga. 

Sesungguhnya anjuran nikah berbalut strategi pemasaran itu hanya gambaran utopis atas dunia pernikahan yang bahkan si admin medsosnya saja mungkin belum menikah. Banyak hal yang lebih pantas untuk diangkat sebagai pesan anjuran pernikahan daripada hanya sekedar masalah materi belaka yang tidak akan kuat menjadi dasar atau alasan seseorang menikah. Menikah adalah kesakralan yang tak main-main, bukan rekayasa sinetron ribuan episode dan tak seindah obral diskon lebaran di Ramayana. 

Ah sok tahu kamu! Kata seorang teman yang kena sindrom tiba-tiba ingin menikah. 

Bukan mau sok tahu, tapi dua bulan setelah saya mengobrol dengan si Mbe di warung kopi, tahu-tahu saya menikah. Nggak ada angin, nggak ada hujan. Puji Syukur ternyata masih ada yang mau. Perang yang sebenarnya baru dimulai saat itu, ketika usaha merevolusi mental benar-benar harus dijalani. Mental ‘tiba-tiba istri’, harus jadi Wonder Woman yang segala bisa namun tetap update dunia persilatan dan isu-isu global. Jangan lupa update juga diskon panci sama wajan dan tips rumah tangga dari yang sudah lebih senior. Pastikan tetap belajar serta melek ilmu dan teknologi. Sebagai wanita dan calon ibu, kamu adalah madrasah pertama anak-anakmu, jadi jangan malah kerjaanmu hanya update foto bayi di Instagram setiap lima menit sekali. Kurang-kurangi juga baca terlalu banyak pesan motivasi nir-faedah, karena rumah tangga nggak sesederhana udel mereka.
 
Wahai para motivator hijrah dadakan, kurangilah positioning pesan kalian pada jomblo, karena bukannya mengajak jomblo mengubah mental, tapi malah memojokkan jomblo. Mereka jadi memaksakan diri cari pasangan, padahal sudah tahu muka pas-pasan, atau bersedih hati karena mau menikah, padahal belum punya alasan ‘wajib nikah’. Banyak juga yang jodohnya sudah ada, tapi dianya banyak mau, macam pernikahan harus tujuh hari tujuh malam, tema Yunani, cincin tulang ikan dori, dll dkk, tapi pas cek dompet ternyata nggak nguati. Lebih baik duitnya ditabung buat beli panci, lebih berfaedah. Kamu kenyang, suami kenyang. Rumah bocor, tampung saja pakai pancimu. Daripada duit berjuta-juta cuma jadi album foto yang bahannya kertas murahan, memangnya itu album bisa buat masak ikan mas asam padeh?

***

P.S.
Artikel ini pernah dikirim ke Mojok, tetapi ditolak. Mungkin kurang lucu, kurang sinis, atau kurang nakal. Wk~ Sad lyfe~

DIY Projects: Membuat Video Sendiri di Rumah

$
0
0
Work and play at the same time.

Kalau ada keluaran handphone terbaru dan saya disuruh milih, saya pasti nggak akan beli. Uang sekian juta bisa buat beli kamera yang lebih PRO soalnya. Haha! Daaaaan, dari kamera itu, lahirlah video yang dari dulu ingin saya buat tapi belum kesampaian. Kalau pakai kamera pocket itu bisa aja sih, cuma resolusinya nggak terlalu bagus.

Jadilah, setelah kamera itu ada, saya langsung buat beberapa video. Suami saya bertugas sebagai sutradara dan kameramennya, sementara saya yang buat script dan editingnya. Memang nggak sekeren video-video keluaran "Learning Center" pada umumnya, tapi yang penting kan tujuan pembuatan video itu yang lebih utama. Saya ingin berbagi tips tentang menulis, yang mungkin beberapa orang lebih senang melihatnya secara audio visual daripada membaca. Aneh banget ya? Padahal kan, kalau mau jadi penulis memang harus lebih banyak membaca. Kalau kata Stephen King yang selalu saya ingat, begini nih, "If you don't have the time to read, you don't have the time (or tools) to write. Simple as that."

Tapi, ya sudahlah. Karena saya memang orangnya selalu nggak punya waktu untuk menganggur, dan melakukan apapun yang bermanfaat selama saya masih bisa, maka saya coba untuk memproduksi video. Saat ini kualitasnya masih kurang, karena memang take video ini di dalam rumah, sekitar jam 4 sore sampai jam 9 malam. Dan berbagai scene yang diambil cuma buat dua buah video berdurasi tiga menit.

Saya jadi tahu, ternyata begini ya rasanya kalau artis shooting. Mungkin bisa lebih parah, sampai subuh, sampai pagi. Tapi, mereka masih mending sih, nggak harus edit sendiri videonya. Kalau di kasus saya, produksi ya berarti edit sendiri video. Semuanya msaih DIY alias do it yourself. Hitung-hitung belajar.

Saya kebetulan pengguna sistem operasi Linux, jadi nggak pakai aplikasi video editing yang PRO macam Premiere, iMovie, Movie Maker, dan lainnya. Saya cuma bisa pakai aplikasi editing video yang bisa diinstal di Linux OS. Kebetulan ada berbagai aplikasi yang pernah saya coba, tapi laptopnya selalu crash karena beda distro (distribution outlet). Saya pakai Xubuntu yang berbasis Debian, tetapi kalau diinstal KDEnlive yang lebih enak, selalu crash. Jadi, saya balik lagi ke aplikasi bawaan Xubuntu yaitu Openshot Video Editor.

Editing with Openshot Video Editor
Hasilnya memang lumayan, walau kadang ada sedikit error di splicing dan splitting (trimming) video yang saya mau edit. Dan saya selalu melakukan multiple edit setelah render. Jadi, waktu yang saya habiskan di depan laptop bisa sampai 12 jam lebih hanya untuk EDITING. Oh God~

Memang melelahkan, tapi menyenangkan. Belajar memproduksi video berarti belajar untuk take my passion to the next level. Ya nggak? Walau sudah jadi ibu rumah tangga, bukan berarti kegiatan yang bermanfaat itu berhenti kan? Lagipula ada suami yang bertugas sebagai juru macam-macam. Rasanya senang aja kalau didukung seperti itu.

Nah, nggak pengen banyak ngomong lagi, cek aja nih video pertama saya yang sudah mengalami multiple editing dan rendering. Hiks. Dan by the way, jangan lupa like, share, dan subscribe channel-nya ya! Bakalan ada berbagai tips menulis novel yang muncul di channel saya itu.

Selamat menonton! :D


Channel saya di: http://www.youtube.com/c/AyuWelirang

***

Video Ingredients:

Mirrorless Camera: Canon EOS M10, Kit Lens (EF M15 - 45mm)
Tripod: Excell
Video Editor:  Openshot Video Editor
BGM: Bensound.com
Footage Vids: Videezy.com

Merawat Anak Kucing yang Kehilangan Induknya

$
0
0
Sumber Gambar: Whiskas Indonesia
Awal tahun 2017 ini, adik saya berkabung hebat karena kematian bayi kucing yang baru dirawatnya selama dua bulan. Walau sudah berusia 20 tahun, adik saya tetap bisa bersedih selama berhari-hari karena bayi kucing tersebut telah tiada. Ibu saya yang masih bekerja jadi ikut sedih melihat adik saya yang tidak bisa konsentrasi kuliah karena bayi kucing itu. 

Maka, saat pulang kerja, tiba-tiba ibu saya memberi kejutan. Beliau membawakan bayi kucing baru yang didapatnya dari halaman kantor. Bayi kucing itu ditinggalkan ibunya dan harus dirawat karena kondisi lingkungan kantor yang kurang baik dan kurang ramah bagi bayi kucing. Karena hal itu, berlalulah kesedihan adik saya, dan kami mulai kembali merawat anak kucing, namun kali ini dengan cara yang benar. 

Di keluarga kami memang tidak semuanya pecinta kucing. Hanya saya dan adik yang senang memelihara kucing dan bermain dengan mereka. Ayah saya netral, sedangkan ibu saya agak alergi. Maka, saya patut mengacungkan jempol akan keberanian ibu saya memasukkan anak kucing ke dalam tas kerja, dan membiarkan kepalanya menyembul keluar ketika ibu saya mengendarai motor. Beruntung saja, anak kucing tersebut tidak lompat dari tas ke jalan raya. Anak kucing itu kami beri nama Poppy dan ia seperti senang sekali dibawa pulang ke rumah. 

Hari pertama kami merawat anak kucing, agak sulit rasanya. Ia menolak makanan, karena perutnya belum terbiasa dan pasti akan muntah-muntah atau diare. Maka, kami mencari cara untuk merawat anak kucing dengan baik dan benar, sehingga Poppy, anak kucing di keluarga kami, bisa hidup sehat dan tidak seperti nasib anak kucing sebelumnya yang meninggal. 

Sumber Gambar: Whiskas Indonesia
Kami merawat anak kucing dengan berbagai tips perawatan yang sederhana dan mudah diikuti. Karena ibu saya alergi, maka kami memutuskan untuk memeliharanya di luar rumah, dengan memberikan tempat tidur yang layak dan tempat makan juga minum yang bersih. Beruntunglah kami, karena Whiskas memberikan tips merawat anak kucing yang disediakan melalui situs resminya. Ada banyak tips merawat anak kucing, mulai dari pemilihan lingkungan, memilih anak kucing, cara merawat, dan cara mengajari anak kucing untuk mengenali lingkungan sekitar. Tips-tips yang kami coba, berhasil membuat Poppy mengenali lingkungannya dan mulai aktif juga tidak takut lagi pada kami. Dengan begitu, kami jadi lebih mudah untuk merawatnya. Sebelum kami menemukan tips merawat anak kucing dari Whiskas, kami agak bingung dengan bagaimana cara merawat anak kucing yang baru lahir lalu ditinggalkan ibu kucingnya, dan kini harus diadopsi ke lingkungan yang berbeda. Kebetulan lingkungan rumah saya lebih dingin daripada daerah Bandung lainnya, karena terletak di daerah pegunungan. Jadi, kami harus ekstra hati-hati dalam merawat anak kucing, agar ia betah di rumah kami dan tidak kabur kemana-mana. 

Selain itu, kami mempersiapkan berbagai mainan untuk menjaga aktivitas Poppy, agar ia senantiasa aktif dan lebih kenal lingkungan lagi. Sampai saat ini, Poppy sudah berani memanjat pohon, memanjat genting rumah, bahkan mengetuk pintu. Ayah saya malah sering berkomentar tentang betapa pintarnya anak kucing satu ini. Rumah kami jadi lebih ramai dan selalu ada saja keisengan Poppy yang membuat seisi rumah tertawa. Adik saya juga jadi lebih semangat belajar dan berkegiatan yang menghasilkan uang di organisasi kampusnya, agar bisa terus memberi Poppy makanan yang sehat dan bergizi.  

Jadi, bagi yang ingin memelihara kucing, mungkin bisa memulainya sejak kucing masih kecil atau bayi, karena dengan begitu, kita akan lebih mudah mengajarinya hal-hal sederhana sampai rumit sehingga setelah dewasa, hal-hal tersebut akan menjadi kebiasannya. Ketika pertama merawat anak kucing, awalnya mungkin masih agak takut dan hati-hati, juga sering kesal dengan bagaimana kucing kita belum menurut, tapi lama kelamaan ternyata kucing bisa mengerti dengan kegiatan bahkan rutinitas kita. Dia akan mulai mengetahui apa saja yang boleh dan tidak, di mana kotak makanan yang kita sembunyikan, bahkan kucing bisa menunjukkan kotak makannya agar kita mau membukanya dan segera memberikannya makanan. Hal-hal semacam itu adalah kebiasaan yang diterjemahkan ke dalam pemahaman kucing sejak ia masih kecil. Seperti yang Poppy lakukan saat ini, ia sudah mengetahui rutinitas kami dan mana yang boleh atau yang tidak boleh. Ibu saya bahkan sudah tidak terlalu alergi lagi, karena Poppy juga tidak berani mendekat karena ibu saya suka menolak. Ia mengerti kalau di keluarga kami yang alergi, dan dengan begitu, Poppy sudah resmi menjadi bagian keluarga. 

Jadi, selamat merawat anak kucing dengan bahagia ya, teman-teman semua. Jangan lupa bagikan pengalaman kalian dalam merawat anak kucing dengan menuliskannya di kolom komentar.

Rekomendasi Kegiatan untuk Jomblo Berkualitas

$
0
0

Malam Minggu biasanya jadi malam panjang sekaligus mimpi buruk para jomblo. Segala cara dilakukan agar jomblo mania bisa melewati satu hari bernama Sabtu dengan sukacita atau dengan perenungan yang luar biasa berarti—meskipun sebenarnya tidak begitu berarti karena setelah hari itu, para jomblo tetaplah jomblo. 

Lantas, bagaimana caranya agar para jomblo dapat melewatkan malam Minggu mereka dengan elegan dan menjadi jomblo berkualitas yang kaffah? Berikut ini ada lima kegiatan yang bisa dilakukan oleh para jomblo agar malam Minggu menjadi lebih berkualitas dan tak perlu dilewatkan dengan tangisan sepanjang malam. 

1. Membaca Buku Anti Galau 
 
Sebagai jomblo yang selalu ingin mencapai aktualisasi diri, maka membaca buku anti galau jadi salah satu pilihan di malam Minggu. Seperti yang dikatakan malaikat, “Iqra!” Maka bacalah apa-apa yang bisa kamu baca dengan catatan, dilarang membaca buku yang malah mengundang galau masuk ke celah-celah kamar kosmu atau mengintip lewat lubang kunci kamarmu. Bacalah buku-buku yang sekiranya bermanfaat dan bertopik berat, agar kamu, wahai para jomblo, senantiasa diberi karunia akal yang panjang dan tak ada celah memikirkan mantan yang telah lalu.

2. Menerjemahkan Fiksi Luar yang Belum Ada Terjemahannya 
 
Jomblo yang baik budi tentu akan mensejahterakan umat. Maka, jika ada buku fiksi luar yang menurutmu menarik untuk diwartakan pada seluruh umat manusia, khususnya para jomblo yang membutuhkan asupan otak agar memori mantan terhapuskan, lakukanlah penerjemahan! Sebagai contoh, Satanic Verses punya Salman Rushdie bisa jadi pilihan penerjemahan—meski saya tidak tahu juga apa sudah ada yang menerjemahkannya ke bahasa Indonesia atau belum, tapi sepertinya sih belum ada. Atau buku apalah yang sekiranya bisa membuang galau para jomblo di malam Minggu. Jangan lupa, sebelum diterjemahkan, foto-foto dulu ke instagram, biar banyak para jomblo atau mereka yang punya pasangan jadi iri karena bukunya itu langka sekali. 

3. Berdiskusi Kopi di Lapak Gratisan
 
Banyak jalan menuju Roma, banyak cara pula melupakan mantan! Misalnya, kamu ludahi saja tempat yang biasa kamu kunjungi bersama mantan. Sebagai contoh, warung kopi favorit mantanmu yang mahal sekali itu. Lupakan bahwa dahulu kamu selalu mentraktir dia kopi mahal, dan datanglah sekarang seorang diri ke lapak-lapak kopi yang setiap hari Sabtu selalu membuka kelas cupping coffee gratis, apalagi dengan terms & condition. Misalnya, syarat ngopi di sana adalah, kamu harus jomblo! Wah, sorak sorai tentunya! Jadi, kamu bisa mentertawakan mereka yang tidak jomblo, karena mereka tidak bisa ikut minum dan diskusi kopi secara gratis! 

4. Mengunjungi Pameran atau Acara Musik Gratis! 
 
Buat apa membayar, kalau ada yang gratis? 

Banyak tempat yang bisa membuat kamu berpikir tanpa harus membuka memori tentang kekasihmu yang telah lalu. Misalnya, kalau dulu kamu selalu datang bersama mantan ke acara-acara sosialita, musik-musik masa kini yang hits sekali, atau ke pameran-pameran seni karena mantanmu yang mau, padahal kamu tak begitu ingin, maka sekarang nikmatilah kesendirianmu! Banyak acara musik keren yang gratis akhir-akhir ini! Selain gratis, kamu bisa basa-basi, siapa tahu ada orang yang kamu taksir tiba-tiba? Mbak-mbak hijaber misalnya? Maka, kamu bisa menerapkan prinsip, “Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui!” 

5. Halau Galau dengan Puisi! 
 
Kalau kamu memang tak berniat kemana-mana di malam Minggu, maka satu-satunya cara untuk melupakan galaumu adalah dengan menarik galau itu ke dalam lautan kata. Banyak media yang sabar mendengarkan ocehanmu. Blog, Tumblr, Facebook, atau mungkin Twitter. Di sana, kamu bebas berpuisi, menulis apapun, atau bahkan menghina apapun. Tapi, lakukanlah semua itu dengan elegan. Halau galaumu dengan puisi 140 karakter bebas! Jangan lupa cantumkan hashtag, supaya nge-hits! Siapa tahu kan, kamu bisa jadi sejajar dengan Dwitasari, si dewi galau. 

Jadi, masih menganggap malam minggumu membosankan? Mungkin kamu memang belum menemukan kegiatan berkualitas untuk dirimu! Nah, lima hal di atas mungkin hanya sebagian contoh kegiatan yang bisa dicoba bagi para jomblo kesepian setiap malam Minggu. Ada banyak lagi kegiatan yang sebenarnya bisa dilakukan tanpa harus mengingat bahwa kamu adalah jomblo! Selamat malam mingguan dengan berbahagia!

***

P.S.
Artikel ini pernah dikirim ke Mojok, tetapi ditolak. Mungkin kurang lucu, kurang sinis, atau kurang nakal. Ehe~

Kamu Penulis? Harus Siap Disiplin Fisik dan Mental!

$
0
0
E.B. White; The Famous Author of Charlotte's Web

Halo sobat blogger! Pada post kali ini, saya mau sedikit berbagi pengalaman selama menjadi penulis cerita fiksi. Waktu awal-awal menulis, saya memang masih belum konsisten. Nah, barulah ketika saya berhasil menerbitkan karya di penerbit mayor, saya mulai bertekad untuk terus menulis novel. Memang banyak yang mengapresiasi, banyak juga yang bertanya tips dan triknya, tak jarang pula teman-teman bertanya tentang apa sih kiat-kiat menjadi novelis saat dirimu adalah novelis pemula.

Well, jawaban dari semua pertanyaan itu beneran nggak sesederhana bayangan orang. Nulis, kasih ke penerbit, di-ACC, lalu terbit dan jadilah best seller. Nggak! Beneran nggak kayak begitu. Jadi novelis adalah perjuangan antara hidup dan mati (tsadis~~), perjuangan antara lupa makan dan lupa tidur, perjuangan supaya work-life balance, dan perjuangan berdarah lainnya. Well, people only see the results and they won't ever know the process when creating a good result. Jadi, di sini saya nggak akan berbagi yang indah-indah dari dunia menulis ya, tapi saya akan berbagi kisah yang pahit dan sedih-sedihnya. Betapa menulis itu menyenangkan dan pahit dalam satu paket. :)))

Perjuangan berdarah itu udah serupa perjuangan tentara. Perlu konsistensi dan pastinya disiplin yang tinggi. Menjadi novelis berarti menjadi orang yang nggak buang-buang waktu. Setiap hari adalah waktu yang tepat untuk menulis. Novelis harus disiplin. Novelis harus tetap hidup. Jadi, bukan berarti kamu lupa makan, minum, tidur, hanya gara-gara menulis novel. Ternyata, banyak penulis yang tetap menyeimbangkan antara kehidupan dan pekerjaan. Kenapa disebut pekerjaan? Karena dalam konteks ini, menulis novel bagi saya adalah sebuah pekerjaan.

Ada banyak penulis dunia yang menginspirasi saya dengan kisah-kisah kedisiplinan mereka sendiri. Beberapa penulis dunia memiliki rutinitas sebelum dan sesudah mereka menulis. Dan semua kegiatan itu dilakukan hampir setiap hari. Kebayang kan bagaimana mereka mendisiplinkan diri mereka sendiri dalam menghasilkan karya-karya besar nan magis?

Seperti yang saya kutip dari interview dengan Paris Review, Haruki Murakami berkata, “The repetition itself becomes the important thing.” Pada 2004, wawancara Haruki Murakami dengan Paris Review, mendiskusikan kondisi fisik dan mentalnya saat menulis. Beliau berkata, "Ketika saya dalam mode menulis novel, saya bangun setiap jam empat pagi dan menulis sekitar lima sampai enam jam. Pada siang harinya, saya berlari sekitar sepuluh kilometer atau berenang sepanjang 500m (atau melakukan keduanya), lalu saya membaca sedikit dan mendengarkan musik. Saya pergi tidur jam sembilan malam. Saya menjaga rutinitas ini setiap hari tanpa variasi. Rutinitas inilah yang menjadi kunci penting; yaitu bentuk dari hipnosis diri. Saya menghipnosis diri sendiri untuk mencapai kondisi terdalam pikiran. Tapi untuk bertahan pada pengulangan seperti itu sekian lama—sekitar enam bulan sampai setahun—membutuhkan kondisi mental dan fisik yang kuat. Oleh karena itu, menulis novel panjang sama halnya seperti pelatihan bertahan hidup. Kekuatan fisik sama pentingnya dengan sensitivitas artistik."

Ada lagi cerita dari Ernest Hemingway dalam wawancaranya dengan George Plimpton, "Ketika saya sedang menulis buku atau cerita pendek, saya menulis setiap pagi sesegera mungkin setelah cahaya pertama muncul. Tak akan ada yang mengganggumu di pagi hari dan udara masih dingin, lalu kau menjadi hangat saat mulai menulis. Kau akan membaca yang telah kau tulis dan kau berhenti membaca ketika mengetahui apa yang akan terjadi berikutnya dalam tulisanmu, lalu berangkatlah menulis dari sana."

Pada wawancara tersebut, Ernest Hemingway menyebutkan bahwa beliau menulis hingga siang hari, atau beberapa saat sebelum siang hari. Ketika beliau berhenti menulis, beliau merasa kosong tapi pada saat yang bersamaan juga merasa penuh, rasanya seperti telah mencintai penuh seseorang yang dicintainya. Dan itu terus berulang hingga esok hari ia menulis kembali.

Ada pula kisah lain dari Kurt Vonnegut, yang pada tahun 1965 menulis surat pada istrinya, Jane, tentang rutinitas menulisnya (diterbitkan juga dalam bukunya "Kurt Vonnegut: Letters"). Beliau bangun pada pukul 05.30, menulis sampai pukul 08.00, sarapan, lanjut menulis hingga pukul 10.00, lalu keluar rumah untuk jalan-jalan beberapa blok. Saat istirahatnya dipakai untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan pergi ke kolam renang terdekat, untuk berenang selama setengah jam. Lalu, beliau kembali pukul 11.45, membaca surat, dan makan siang. Pada sore hari, beliau biasanya mengajar atau bersiap-siap mengajar. Setelah kembali dari tempatnya mengajar pada pukul 17:30, beliau bersantai dengan kombinasi air dan Scocth, memasak makan malam, membaca dan mendengarkan musik jazz dari radio. Beliau baru tidur pada pukul 10 malam. Selain itu, beliau juga melakukan push-up dan sit-up sepanjang waktu, untuk menjaga tubuh agar tetap sehat.

Dan banyak pula rutinitas untuk mengasah mental dan fisik secara disiplin, agar para penulis dunia ini bisa tetap menghasilkan karya-karya yang kita nikmati bersama. Sebutlah Khaled Hosseini (The Kite Runner; A Thousand Splendid Suns; And the Mountains Echoed), Jack Kerouac (On the Road), Ray Bradburry (Fahrenheit 451), bahkan Dee Lestari (serial Supernova), dan masih banyak lagi (boleh baca aja nih writer's habits di brainpickings.org untuk tahu rutinitas penulis lainnya dan baca juga page James Clear untuk cek "The Daily Routines of 12 Famous Writers").

Semua hal yang mereka lakukan adalah hal yang mereka anggap nyaman dan dapat menstimulasi kinerja otak mereka sebelum menulis. Ibarat kendaraan, rutinitas tersebut adalah proses memanaskan mesin, sehingga ketika digunakan mesinnya tidak kaget. Dan hal tersebut saya anggap perlu dilakukan, bagi mereka yang bekerja sebagai penulis, novelis, atau apapun yang setiap hari selama berjam-jam ada di depan komputer atau mesin ketik. Karena, kondisi duduk yang terlalu lama dapat menyebabkan otot-otot kaku dan tubuh mudah lelah. Jadi, penulis harus dapat menyeimbangkan kesehatan mereka dengan menerapkan rutinitas yang lama-lama menjadi kewajiban (karena terbiasa).

Jadi, bagi teman-teman yang masih berminat untuk menjadi seorang penulis novel yang notabene formatnya panjang sekali, maka teman-teman perlu memperhatikan kedisiplinan diri sendiri, juga apa saja hal-hal kurang penting yang perlu dikurangi agar manajemen waktu menjadi lebih baik. Sebab, menulis itu seperti perang. Kita tak mungkin menembak di medan kosong bukan? Begitulah menulis novel, bagaimana mau mengedit atau melanjutkan bab cerita, kalau memulai saja belum? (Seperti dikutip dari kata-kata Jodi Picoult tentang rutinitasnya). Kalau saya sendiri sih, biasanya sebelum menulis saya minum susu dahulu supaya rileks. Lalu, saya menyiapkan air mineral kurang lebih satu liter, untuk diminum saat menulis. Jadi, kalau haus tidak perlu bulak-balik ke dapur. Saya jarang makan cemilan kalau lagi menulis, karena takut mengotori papan ketik. Jika lapar, biasanya saya berhenti menulis, simpan dulu data, dan pergi ke dapur untuk makan. Olahraga dilakukan pagi dan sore hari, tapi akhir-akhir ini sih lagi jarang. Paling nyuci baju dan ngepel rumah aja untuk pengganti olahraga. :)) Nah, semua hal itu kan sederhana, tapi kalau jadi rutinitas maka dengan sendirinya kita pun akan terbiasa.

Mulailah melakukan rutinitas sederhana dari sekarang, untuk menopang kegiatan menulismu! Tetap semangat menulis dan jangan lupa olahraga! :P

Pentingkah Membuat Outline atau Kerangka Novel?

$
0
0
Contoh outline. Tapi outline TRAVIAN. :))
Halo teman-teman blogger! Selamat datang kembali di rubrik "A So Called Writing Tips". Oh ya, sebelumnya saya mau tanya nih. Ada nggak sih teman-teman blogger yang juga penulis fiksi? Dan biasanya, kalian membuat outline novel dulu nggak sebelum membuat novel?

Mungkin bagi sebagian orang, membuat outline novel terlalu memakan waktu. Tapi, saya sendiri memang punya kebiasaan menulis outline sebelum mengembangkannya ke dalam bab-bab novel saya. Hal ini sangat membantu setiap penulisan novel saya, walau banyak penulis mungkin tidak memakai trik seperti ini saat membereskan deadline yang begitu gila.

Outline novel secara garis besar merupakan kerangka kisah yang dituangkan dalam berbagai adegan pendek, yang mewakili masing-masing bab juga paragraf dalam bab novel. Ada juga yang menuliskan kerangka secara ringkas hanya inti utama dari bab dalam novelnya. Tapi, beberapa penulis juga membuat kerangka per adegan dalam masing-masing bab, sehingga nantinya adegan-adegan kecil ini tinggal dikembangkan dalam novel yang mereka buat.

Walau teknik membuat outline pada masing-masing penulis itu berbeda-beda, tetapi inti dari pembuatan outline tetaplah sama. Outline hanya sarana untuk mempermudah penulis dalam mengembangkan ide ceritanya. Tapi, penulis pun sebenarnya tidak terpaku pada outline tersebut, karena terkadang mereka bisa melakukan bongkar pasang pada bab novel. Jika sudah ada gambaran novel yang dituangkan melalui outline, penulis lebih mudah melakukan bongkar pasang itu, dan menaruh bab yang cocok atau korelasi antar bab sesuai dengan keinginan. Penulis juga bisa membuat perkiraan alur cerita antar bab hingga novel pun selesai.

Jadi, walau memakan waktu, sebenarnya kerangka atau outline novel ini sangat membantu dalam pengembangan novel. Nah, bagaimana cara membuat outline?

Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, membuat outline novel tergantung dengan keinginan kalian. Setelah membayangkan adegan-adegan yang akan terjadi dalam novel, tuliskan adegan tersebut atau inti dari cerita novel kalian per bab. Ingat ya, per bab! Hal ini untuk memudahkan kalian dalam memisahkan atau menukar bab yang sekiranya saat dituliskan ternyata lebih cocok masuk di posisi mana, karena pola outline ini bisa berubah sesuai kemunculan ide. Jadi, sambil mengembangkannya, mungkin akan muncul adegan baru yang bisa cocok dimasukkan atau diselipkan pada suatu bab.

Nah, tanpa banyak bicara lagi, simak saja salah satu contoh outline singkat yang pernah saya buat untuk novel saya dengan judul "Halo, Tifa".

Prolog: Satu mantan siswa STM Tunas Bangsa (disingkat TB) yang dulu terlibat tawuran, akhirnya keluar dari Lapas Remaja.

Bab 1: SMK Pratama Putra (disingkat Praput) kedatangan murid baru, seorang perempuan mungil bernama Tifa. Ia mendapat perhatian beberapa pihak karena di SMK Praput jarang sekali ada siswi.

Bab 2: Siswa tingkat 3 SMK Praput sedang menghadapi dilema, yaitu antara ingin membalas STM TB atau melupakan itu dan fokus ujian nasional.

Bab 3: Siswi bernama Tifa mengaktifkan ekstrakurikuler, OSIS, dan juga kegiatan siswa yang bermanfaat sehingga membuat pimpinan para siswa yang bernama Terra menjadi jengah.

Bab 4: Novian, teman Terra, mampir ke sekolahnya dan di perjalanan ia bertemu dengan kawan lamanya semasa SMP itu. Mereka pun berbincang-bincang tentang betapa menyenangkannya masa SMP dulu.

Bab 5: Tifa sedang di perjalanan dan bertemu Jojo, salah satu siswa SMK Praput. Jojo dihadang oleh beberapa siswa tingkat 2 STM TB (musuh bebuyutan SMK Praput).

Bab 6: Di Praput, Terra sedang ribut dengan teman sekelasnya yang bernama Bram karena Bram ingin menolong Tifa untuk mengaktifkan ekstrakurikuler. Maka kubu di SMK Praput pun terbagi menjadi dua, yaitu kubu Terra dan kubu Bram.

Bab 7: Terra menyetujui undangan tarung terbuka di aula sekolahnya, untuk menentukan siapa yang berhak memimpin SMK Praput.

Bab 8: Ahong dan Dian, teman Terra, sedang nongkrong di suatu tempat dan melihat Tifa yang berkumpul dengan orang-orang tua alias om-om. Mereka mengira Tifa adalah ayam kampus dan berniat memberitahu Terra.

Bab 9: Informasi tentang Tifa sampai pada Terra dan ia akhirnya menuju ruang ekskul tempat Tifa berada. Ia marah-marah tidak jelas dan membawa-bawa moral sekolah.

Bab 10: Arfian, salah satu teman Terra, pulang kerja paruh waktu, lalu dihadang anak STM TB dan dikeroyok. Ia pun masuk rumah sakit.

Bab 11: Tifa dan Bram menjenguk Arfian. Ternyata sudah ada Terra di ruangan Arfian. Karena masih kesal, Terra pun pamit dan hendak mendatangi markas Ody, pimpinan STM TB.

Bab 12: Terra mendatangi Ody, membawa pipa besi. Namun, Ody dengan santai menerima dan bertanya apa maksud kedatangan Terra. Karena Ody memang tidak menghajar Arfian, ia pun memberi penjelasan dengan rinci. Setelah mendapat penjelasan, Terra pulang ke rumah namun ada ayahnya. Ia yang tak begitu suka pada ayahnya, minggat dari rumah dan menginap di rumah Ahong.

Bab 13:
Rupanya pengeroyokan Arfian adalah permainan alumni TB yang bernama Beni, dan mengajak anak tingkat 2 STM TB untuk bergabung.

Bab 14: Tifa sedang berada di LSM dan didatangi Novian, siswa STM TB yang pernah masuk penjara itu. Mereka pun ngobrol dan Novian bercerita tentang Terra.

Bab 15: Tifa dan yang lainnya belajar untuk UN, sementara Terra ingin menghajar anak TB. Tapi, Jojo dan Arfian tidak mau bergabung karena kelulusan itu lebih penting daripada tawuran.

Bab 16: Karena kesal, Terra pun minggat lagi. (Duh maaf ya, si Terra memang moody, wkwkwk).

Bab 17: Tifa mencoba mendekati Terra agar tidak terlalu memikirkan tawuran itu. Ia mendatangi rumah Terra bersama yang lainnya untuk belajar kelompok.

Bab 18: Kepsek Praput sedang mengobrol dengan Tifa. Bram dan Arfian yang sudah keluar rumah sakit, hendak meminta persetujuan untuk pendanaan ekskul, tak sengaja menguping pembicaraan Tifa.

Bab 19: Ternyata, Tifa bukanlah siswa dan umurnya sudah lebih dari 20. Ia ternyata adalah petugas LSM yang sedang meriset tentang perilaku siswa untuk buku terbarunya yang akan terbit. Lantas Bram dan Arfian pun bertanya-tanya, apakah ia harus memberitahu Terra atau tidak.

Bab 20: Waktu Bram, Arfian dan Jojo sedang mengobrol di kantin, Terra yang saat itu hendak membeli sesuatu, tak sengaja mendengar. Namun, ia pura-pura tidak tahu. Setelah ia pamit untuk ke lapangan basket favoritnya, ia bertanya-tanya tentang sosok Tifa dan agak kecewa karena Tifa adalah pembohong.

Bab 21: Tifa yang hendak pamit karena risetnya sudah selesai, mendatangi Terra di tempat nongkrong favorit dia. Tifa pun duduk memandangi langit lalu mulai berdendang lagu Youth dari Daughter. "Our mind are troubled by the emptiness. We are the reckless, we are the wild youth. Chasing vision for our future."

Bab 22: Setelah UN, Terra mempersiapkan untuk melawan geng Beni sendirian. Ia melakukan itu demi kawan-kawannya. Pada akhirnya, Ody dari STM TB pun membantunya, setelah mereka mengobrol saat Terra mengantar Ody pulang ke rumahnya. Ody dan Terra malah jadi berteman, walau dulu mereka adalah musuh bebuyutan.

Bab 23: Terra bersiap untuk melawan Beni. Ody bersembunyi di tempat yang sudah disepakati, karena Terra memiliki strategi untuk mengalahkan Beni dan komplotan geng motor dari siswa tingkat 2 STM TB. Namun, kabar itu sampai ke Tifa dan Tifa pun mengerahkan kekuatan untuk mendatangi lokasi tawuran untuk mengamankan pelaku.

Bab 24:
Hari-hari berlalu damai. Sudah beberapa minggu sejak berakhirnya UN dan berakhirnya tawuran Terra melawan geng motor Beni. Namun, Terra merasa ada yang hilang yaitu keceriaan Tifa di SMK Praput. Ia pun bercerita pada Arfian tentang Tifa yang mengubah sudut pandangnya pada kehidupan masa mudanya di SMK dan juga bercerita tentang bagaimana Tifa membuatnya jatuh hati.

Epilog: Sebulan pasca penerimaan mahasiswa baru. Kini Terra sudah berkuliah di Bandung, salah satu perguruan tinggi yang ternama di Bandung. Dan ia pun bertemu lagi dengan Tifa di tempat Tifa meluncurkan buku barunya.

***

Kurang lebih seperti itu outline awal dari novel "Halo, Tifa". Walaupun pada akhirnya cerita pun berkembang menjadi lebih ke genre coming of age jadi-jadian, karena si tokoh utama mengalami perubahan sosial dan psikologis yang drastis. Dari outline tersebut, banyak juga bab yang saya tukar-tukar demi kebutuhan alur cerita agar tidak berlubang atau plothole (nanti soal ini akan dijelaskan kalau sempat ya). Kurang lebih begitulah cara saya membuat kerangka bagi novel-novel saya. Tujuannya sih memang untuk lebih memudahkan saya yang mudah sekali terkena writer's block. Terus, karena saya membawa buku catatan kecil atau notes kemana-mana, saya bisa menulis outline atau adegan di notes dan bisa dibongkar pasang ketika nanti diketik ke dalam naskah utuh. Jadi, tidak melulu harus ketik di depan komputer, karena godaan untuk browsing dan bersosial media rupanya lebih tinggi daripada membereskan naskah novel.

Nah, kalau teman-teman, bagaimana sih kebiasaan menulis yang kalian jalani?

Sampai ketemu di post selanjutnya!

Tips Sesat 8: Membangun Latar atau Setting dalam Novel

$
0
0

Dalam fiksi, ada yang disebut dengan character building, yaitu cara membuat tokoh atau sistem penokohan dalam fiksi untuk membuat karya fiksi yang kalian buat menjadi lebih manusiawi alias believable. Sekalipun kita akan menulis fiksi fantasi, karakter haruslah tetap dekat dengan keseharian kita, mewakili kehidupan kita, nama-nama kita, budaya, dan bahkan perilaku sehari-hari. Dengan cara itulah, karakter yang dibuat akan terlihat hidup atau lebih nyata.

Selain character building, elemen lain dalam fiksi adalah setting atau latar. Latar ini bisa berarti tempat, waktu, suasana, dan lain-lain, yang berhubungan dengan pembentukan dunia yang ditempati oleh karakter-karakter fiksi. Penulis fiksi fantasi biasanya menyebut latar sebagai universe. Ada pula yang menyebut pembentukan latar sebagai world building.

Nah, pada tips sesat kali ini, saya akan mencoba untuk sedikit berbagi pengalaman ketika membuat latar dalam fiksi. Tips-tips ini berasal dari pengalaman pribadi yang telah mengalami cross reference dengan berbagai sumber agar lebih objektif. Jadi, selamat menyimak tips sesat saya selanjutnya. Hahahaha!

Apa saja elemen kunci dari latar fiksi?

Sebagai elemen, latar juga memiliki sub-elemen. Secara sederhana, sub-elemen kunci dari latar dibagi menjadi empat area, yaitu:
  • Waktu
  • Tempat
  • Mood
  • Konteks

Sedangkan, jika empat sub-elemen umum di atas ingin dijabarkan secara lebih khusus, ada juga sub-elemen latar sebagai berikut, dengan penjelasan rinci.

1. Lokasi. Pembagian tempat berdasarkan negara, negara bagian, provinsi, kabupaten, kota, desa, juga spesifik lokasi seperti perumahan, nama jalan, sekolah, kantor, pantai, gunung, selat, pulau, pertanian, dan lain-lain.

2. Waktu Tahunan. Sub-elemen dari waktu, yang sangat berpengaruh dalam fiksi. Biasanya tahun juga termasuk musim dan hari libur, seperti Natal, Tahun baru, Halloween, Ramadhan, Syawal, dan lain-lain. Tanggal yang signifikan juga bisa digunakan, seperti perayaan tahunan tokoh fiksi yang meninggal atau bahkan perayaan tahunan tokoh asli, dan bahkan perayaan tahunan dari suatu kejadian, misalnya seperti "Hari Kemerdekaan".

3. Waktu Harian. Ini bisa juga digambarkan seperti kronologi kejadian dalam satu hari, atau agenda dalam satu hari. Adegan dalam fiksi harus dibentuk dalam beberapa waktu yang berbeda atau periode waktu pada satu hari atau satu malam, seperti permulaan pagi, atau ketika matahari terbenam. Pembaca akan bisa membedakan perubahan hari dengan simbol-simbol waktu semacam itu, sehingga perubahan waktu lebih mudah digambarkan dalam suatu adegan.

4. Waktu yang Berlalu. Suatu cerita yang telah berlalu beberapa menit, jam, hari, minggu, atau bulan, harus digambarkan agar pembaca tidak bingung dan cerita tidak kekurangan nilai otentiknya. Ketika adegan berubah, ada juga waktu yang dihabiskan antara adegan tersebut, bahkan ketika kita memasukkan kilas balik (flashback), atau ketika karakter melakukan perjalanan jarak jauh.

5. Perasaan dan Atmosfir. Karakter dan suatu kejadian juga dipengaruhi oleh cuaca, suhu udara, petir, atau faktor geografis lainnya, yang mana dapat mengubah intensitas emosi, perasaan, dan atmosfir atau suasana adegan.

6. Iklim. Iklim sangat terhubung dengan kondisi geografis dan topografis suatu tempat, dan dalam dunia nyata, hal ini mempengaruhi kejadian dan manusia. Ombak lautan misalnya. Ombak mempengaruhi angin dan massa udara, garis lintang, ketinggian, aktivitas pegunungan, massa tanah, dan sejumlah besar air juga mempengaruhi iklim. Sangatlah penting untuk menulis tentang latar yang real, untuk mengetahui pengaruh iklim. Iklim yang buruk bisa mempengaruhi kehidupan jadi lebih suram, sedangkan iklim tropis lebih membentuk gaya hidup yang bebas. Sebagai contoh, perbedaan iklim ini terjadi dalam universe milik George R. R. Martin dalam Game of Thrones miliknya yang sudah terkenal. Kita dapat melihat dengan jelas perbedaan gaya hidup Freefolk yang berada di iklim dingin (daerah es), dengan gaya hidup kaum Dorne yang hidup di daerah panas atau iklim tropis. Begitu pula dengan cara berpakaian dan budaya mereka yang berbeda karena kondisi geografis.

7. Kondisi Geografis. Kondisi ini lebih berhubungan dengan bentuk tanah, ekosistem, topografi dalam latar tempat. Geografis juga berisi kondisi iklim, kondisi tanah, tanaman, pohon, batu dan mineral. Kondisi geografis dapat membentuk pengaruh yang cukup besar dalam cerita, seperti daerah pegunungan di mana sebagian besar hidup karakter adalah untuk mendaki gunung, atau sungai yang harus ia seberangi setiap hari, atau hutan gelap yang harus ia hindari untuk tetap aman. Tidak bermasalah di manapun cerita dibuat, apakah itu di pedesaan yang ada di pegunungan Swiss atau dataran tinggi Dieng, hal tersebut harus dituliskan secara nyata, berikut dengan pengaruh terhadap perilaku karakternya.

8. Geografis Buatan. Kondisi ini adalah kondisi geografis yang merupakan buatan manusia, untuk menunjukkan bahwa dalam latar tersebut, ada juga manusia lain yang memberi pengaruh terhadap karakter Anda. Contoh yang dibuat ini seperti bendungan, jembatan, pelabuhan, kota, monumen, pemakaman, bahkan tempat-tempat bersejarah dan terkenal. Juga tunjukkan pengaruh tentang bagaimana kondisi geografis digunakan, seperti penggunaan tanah, efek dari tambang, penebangan pohon di hutan, terasering di daerah petani, irigasi, peternakan, perkebunan kopi, dan lain-lain yang mungkin bisa dieksplorasi dari dunia nyata. Sebaiknya, agar tidak terlalu jauh dari kenyataan, hal-hal seperti ini diriset terlebih dahulu, bisa melalui buku atau melalui kunjungan pada lokasi yang ingin digambarkan dalam fiksi.

9. Era Bersejarah. Kejadian penting, perang, atau masa sejarah yang terhubung dengan plot dan tema boleh juga dimasukkan dalam fiksi. Misalnya, seperti perang sipil, Perang Dunia II, pembantaian kaum pribumi pada masa penjajahan Belanda, wabah penyakit, maupun era lainnya yang mungkin relevan dengan fiksi Anda.

10. Lingkungan Sosial / Politik / Budaya.
Pengaruh sosial, politik, dan budaya dapat mempengaruhi secara luas karakter Anda melalui berbagai cara. Biasanya, setting seperti ini akan mempengaruhi pandangan karakter akan nilai-nilai sosial, peran keluarga, rasa tanggung jawab, dan perilaku karakter lainnya.

11. Populasi. Ini perlu digambarkan secara spesifik, karena jika ada lokasi, maka harus digambarkan seberapa banyak manusia yang menghuni lokasi tersebut. Misalnya, pedesaan di kaki gunung hanya ada 200 kepala keluarga, sementara 10 kilometer ke arah kota, jumlah populasi meningkat hingga 500 kepala keluarga.

12. Pengaruh Leluhur. Pada beberapa negara, pengaruh leluhur sangat berpengaruh pada rakyatnya. Pengaruh leluhur ini akan membentuk perbedaan yang cukup terlihat dan berbentuk warisan budaya seperti makanan, cara dialog, logat bicara, nilai-nilai spiritual, perilaku, cara berpakaian, adat-istiadat, bahkan perbedaan adat pernikahan juga adat lainnya.

Nah beberapa hal tersebut adalah sub-elemen yang bisa dimasukkan dalam pembentukan latar fiksi kalian. Jika memang ingin membuat universe yang sama sekali berbeda dengan dunia nyata (seperti pada fiksi fantasi), kalian bisa memainkan perbedaan satuan waktu, nama-nama daerah yang dibuat anagram dari daerah di dunia nyata, atau benar-benar membuat dunia yang sama sekali berbeda. Tapi, jika ingin membuat fiksi yang latarnya ada di dunia nyata, maka perlu memperhatikan beberapa langkah ini:

1. Membuat latar tempat sesuai dengan lokasi asli atau nyata. Hal ini bisa dengan baca-baca di peta, google maps, atau bahkan datang langsung ke lokasi untuk melihat suasana tempat.

2. Membuat latar waktu sesuai periode waktu yang nyata atau asli. Misal, kejadian yang terjadi di tanggal 17 Agustus 2017, pukul 09.00 pagi sampai 12.00 siang, adalah anak-anak SD yang lomba makan kerupuk di perumahan, maka tuliskanlah sesuai realita. Perubahan waktu ini nantinya akan membantu pembaca untuk memvisualisasikan perpindahan adegan dalam fiksi.

3. Konsisten dengan dunia yang dibangun. Jika memang Anda membangun dunia fiksi fantasi, maka konsistenlah. Anda ingin membuat dunia hanya terbagi dua seperti dalam Game of Thrones, yaitu Westeros dan Essos, berikut kerajaan-kerajaan dan daerah yang ada di dalamnya, maka jangan tiba-tiba memunculkan nama lain di bagian utara atau selatan dunia Anda karena akan mengacaukan imajinasi pembaca akan dunia Anda yang sukar dibangun.

4. Menjaga beberapa hal sesuai aslinya. Jika Anda punya karakter yang ingin melakukan perjalanan waktu, maka coba pahami beberapa teori tentang ruang, waktu, juga perjalanan waktu sehingga hal itu bisa dipercaya. Maka dari itu, sebagai penulis fiksi, kita harus banyak riset dengan membaca universe milik penulis lain. Selain membaca, bisa juga mempelajari universe dari film-film, karena banyak universe yang dieksekusi sangat baik secara visual walau diambil dari buku.

5. Ikuti aturan dari dunia Anda. Jika Anda membuat fiksi fantasi, maka Anda harus membuat aturan-aturan, undang-undang, bahkan norma-norma yang berlaku dalam dunia Anda. Contohnya seperti kisah Harry Potter, lengkap sekali aturan-aturan di sekolah Hogwarts bukan? Nah, kira-kira seperti itu.

Latar adalah elemen penting dalam fiksi, sama pentingnya ketika kalian membuat karakter yang dapat dipercaya dan dekat dengan kalian. Oleh karena itu, banyaklah riset. Bahkan, kalau bisa, bicaralah dengan orang ahli dalam bidang-bidang yang kalian ingin bahas dalam fiksi dan pelajari sebanyak mungkin semampu kalian. Jangan lupa untuk tetap menggambarkan kehidupan standar si tokoh, seperti makan, ke sekolah, ke kantor, mandi, dan lain-lain, tapi tak perlu jadi penanda pengganti waktu. Misalnya, setiap pagi si ini mandi jam sekian, makan ini jam sekian, dan blablabla. Hal ini bisa merusak mood pembaca. Haha!

Kesimpulannya adalah:
Dunia yang kalian bangun tidak akan nyata hingga dunia tersebut benar-benar nyata bagi kalian, penulisnya sendiri.

***

P.S.

Di bawah ini ada contoh cerpen dengan latar negara Inggris, di mana saya menulisnya sambil ngubek-ngubek Google Maps dan membuka tab browser sangat banyak (hampir ratusan) hanya untuk riset. Selamat membaca!

Sense8: Dunia Sains Fiksi yang 'Agak' Nyata

$
0
0
Disclaimer:
Artikel ini adalah bagian dari riset universe sci-fi yang diambil dari universe Sense8 dan merupakan terjemahan.
 
Diterjemahkan Oleh: Ayu Welirang
 
***
 
Setelah menyelesaikan Sense8 Season 2, kita mungkin akan bertanya-tanya tentang bebetapa pertanyaan terkait para Sensate, seperti: Bagaimana cara sensate berkomunikasi satu sama lain dan melihat orang mati?Bagaimana cara kerja beta blocker? Dan pertanyaan paling mendasar yaitu, apakah Sensate?

Maka dari itu, mari kita menyelam lebih dalam ke ilmu sains yang nyata dalam serial Sense8 dan melihat cara kerja otak para Sensate.

Apakah yang dimaksud dengan Sensate?

Sense8 [Credit: Netflix]
Apakah Homo Sensorium nyata? Sayangnya, tidak. Istilah ini hanya istilah fiksi, sama juga dengan istilah Sensate. Pada dunia nyata, istilah "sensate" digunakan sebagai kata kerja atau kata sifat, dan bukan kata benda. Sensate biasanya dipakai bergantian dengan kata "sense", atau sebagai suatu cara mendeskripsikan sesuatu yang terdeteksi melalui sensori panca indera. Sebagai contoh, "Kala menyadari bahwa ia  bisa merasakan atau "sensate" salju yang dingin di lengannya", atau, "Will sangat terganggu dengan suara para sensate di gereja." Bagaimanapun pemakaian istilah tersebut, sangat jelas terlihat bagaimana istilah itu menginspirasi penulis naskah serial itu.

Tapi, walau Homo Sensorium tidak nyata, ilmu sains yang menginspirasi Sense8 tidak terlalu jauh dari dunia nyata. Sense8 Season 2 membantu kita untuk menjawab beberapa pertanyaan mengenai sumber dan cara kerja dari pikiran Sensorium; walau beberapa jawaban telah terjawab di Season 1.

Apakah DMT?

Nyx dan Riley [Credit: Netflix]
Obat-obatan telah menjadi tema yang sering diangkat sepanjang Sense8 dan bahkan karya The Wachowskis lainnya— masih ingat pil biru dan merah dalam The Matrix? Sebelum Riley Blue (Sense8) dibuat sadar akan kemampuan Sensate-nya, ia dikenalkan pada pengalaman yang mengubah hidupnya: suatu zat psikotropika yang disebut DMT. 

Pada episode awal Sense8 Season 1, Nyx menjelaskan DMT pada Riley:

It's a simple molecule present in all living things. Scientists talk about it being part of an eco-biological synaptic network. When people take it, they see their birth, their death, worlds beyond this one. They talk of truth connection transcendence.

Setelah mengisap DMT, Riley mendapat pengalaman pertamanya terhubung dengan Sensate lain dalam kelompoknya: Will. Sejauh ini, dapat disimpulkan bahwa DMT-lah yang mengaktifkan kemampuan Sensate Riley. Jadi, apakah DMT, dan bagaimana DMT bisa berhubungan dengan para Sensate?

DMT, atau Dymethyltriptamine, adalah zat psikotropika yang ditemukan dalam beberapa jenis tanaman. DMT telah digunakan dalam upacara Ayahuasca para dukun Amazon, juga digunakan orang hanya untuk rekreasional. Deskripsi Nyx tentang DMT memang akurat. Ketika dikonsumsi, DMT akan memproduksi pengalaman halusinasi yang pendek tetapi sangat intens, namun tidak seperti apa yang dirasakan oleh Riley.
 
Riley [Credit: Netflix]
Rick Strassman dari Universitas New Mexico telah memprioritaskan risetnya untuk DMT dan menyebutkan bahwa DMT adalah "molekul arwah." Beliau bahkan menulis buku mengenai DMT, dan percaya bahwa zat kimia tersebut dilepaskan dari otak pada saat kita bermimpi dan saat kita mati. Beberapa teori Strassman pada efek psikedelik dari DMT sejalan dengan apa yang diperlihatkan pada Sense8, dan tidak hanya untuk istilah yang dirasakan Riley akan DMT pada episode 1. Faktanya, para Sensate tersadar akan kemampuan mereka yang menyerupai pengalaman psikedelik itu sendiri. 

Saat para Sensate mulai menemukan diri mereka, garis antara realita dan halusinasi menjadi semakin membias. Mereka memimpin daerah psikis, yang mana membingungkan, liar dan menarik sekaligus. Ketika mereka mempelajari untuk melepas seseorang pergi dan menerima petualangan mereka, mereka pun mulai tersadar akan kemampuan Sensate. Untuk menguasai kemampuan Sensate, mereka harus meninggalkan keinginan memikirkan kemampuan secara rasional, juga tidak melawan prosesnya, dan mempelajari insting Sensate melalui pengalaman.

Bagaimana cara para Sensate berkomunikasi?

Neet, Sun, dan Nomi [Credit: Netflix]
Asumsikan bahwa DMT berperan besar kepada cara komunikasi Sensate. Tapi bagaimana sebenarnya Sensate saling bicara dan bahkan bertarung? Apakah para Sensate seperti cenayang? Sekali lagi, semua ini berhubungan dengan DMT.

Periset psikedelik seperti Strassman dan psikonaut terkenal Terrence McKenna mengaku bahwa mereka telah berinteraksi dengan orang lain saat masuk fase psikedelik. Memakai teori McKenna, bahwa zat halusinogenik dapat digunakan untuk alat berkomunikasi, jadi kemungkinan bahwa zat seperti DMT lah yang membuat para Sensate mengakami perjalanan telepati dan proyeksi astral. 

Bicara astral projection (AP), ini pula yang bisa menjadi penjelasan saat Wolfgang dan Lila bisa secara fisik ada di satu tempat saat berinteraksi satu sama lain pada saat yang sama: dengan cara proyeksi astral jiwa mereka. Walau astral projection tidak ada dasar sains, AP dilaporkan sebagai kejadian umum dalam pengalaman psikedelik.
 
Cluster Wolfgang vs Lila [Credit: Netflix]
Konsep penting lain yang dikenalkan Nyx pada Riley pada episode pertama adalah Limbic Resonance. Nyx menjelaskan Limbic Resonance (LR) sebagai "suatu bahasa yang lebih tua daripada spesies kita." LR adalah sistem berbagi emosi dengan orang lain tanpa komunikasi verbal. Istilah ini berhubungan dengan empati dalam sistem limbik, bagian dari otak yang mempengaruhi sistem endokrin—di mana kelenjar pineal berada. Di sana ada koneksi DMT lagi—jangan lupa juga saat Nyx menyebutkan istilah "eco-biological synaptic network."

Sense8 Season 2 mendalami cara otak Sensate bekerja, dan limbic resonance juga diperlihatkan sebagai fungsi dari "Psycellium" para Sensate: koneksi mental antara semua Sensate.
 
Kala dan Wolfgang [Credit: Netflix]
Walau hanya istilah fiksi, Psycellium sebenarnya terinspirasi dari kata yang mirip: Mycelium. Istilah ini dipakai untuk menjelaskan jaringan fungi atau jamur. Sebagai bagian penting dari ekosistem apapun, mycelium bertugas untuk mendaur ulang sampah pada media tanam dan mengubahnya jadi nutrisi bagi tanaman yang tumbuh di atasnya. Jaringan ini bekerja seperti halnya otak manusia, mengirim sinyal informasi melalui jaringan yang cepat, seperti koneksi internet pada tanaman.

Jaringan psycellium Sensate bekerja dengan cara yang sama. Anggap tiap cluster seperti kelompok kecil fungi yang berhubungan dekat, dan terhubung dengan ribuan fungi lain pada hutan luas. Seperti yang "the Old Man of Hoy" bilang:

Sapiens invented Google in the 1990s. We've had it since the Neolithic.

Tapi, sebenarnya bagaimana cara Sensate melihat para Sensate lain yang sudah meninggal? Hal ini dapat dijelaskan melalui cara kerja DMT dan limbic resonance. Riset Strassman menyebutkan bahwa otak melepaskan sebagian besar DMT ketika mati. Asumsikan bahwa Sensate mengalami hal ini pada saat sekarat, dan mereka dapat meninggalkan impresi permanen mereka—atau seperti yang disebut oleh Will sebagai "memory".

Pada bagian ini, limbic resonance pun bekerja. Sistem limbic bertanggungjawab atas memori jangka panjang. Kemungkinan lain adalah memory para Sensate tertinggal di alam bawah sadar kolektif milik Sensate lain. Ini mungkin dapat menjelaskan bagaimana Sensate yang masih hidup dapat melihat Sensate yang sudah meninggal.

Apakah yang dimaksud Beta Blockers?


Will mendapatkan beta blockers [Credit: Netflix]
Sense8 Season 2 dimulai pada tempat yang gelap, saat Will menyuntikkan heroin untuk menjauh dari Whispers, sebagaimana yang dilakukan Angelica pada season 1. Sekian lama memakai heroin, akhirnya Will bisa mendapat suplai obat yang lebih terpercaya: beta blockers namanya, yang umum dipakai oleh Sensate terdahulu untuk menjauh dari "Cannibal". Tapi, sebenarnya apakah beta blocker, dan bagaimana cara kerjanya?

Dalam Sense8, beta blockers memiliki efek yang bertolakbelakang dari DMT, yaitu menutup kemampuan Sensate. Dalam dunia nyata, mereka memang punya efek berlainan—DMT meningkatkan tekanan darah, sementara beta blockers mengubah tekanan darah jadi lebih rendah. Beta blockers secara teorinya dapat mempengaruhi cara otak bereaksi pada DMT, dan riset milik Strassman telah menemukan beberapa beta blocker yang mengurangi efek psikologis dari DMT.
Beta blockers dalam Sense8 agak mirip dengan kartu Yu-Gi-Oh!: Psi-Blocker (juga seperti sebutan beta blockers dalam Sense8). Terjemahan bahasa Jepang akan kartu ini adalah "Psychic Blocker," dan kartu ini mengizinkan pemain untuk menghentikan efek dari kartu yang terpilih selama beberapa saat. Kurang lebih, efeknya sama seperti pil hitam kecil dalam Sense8: sang beta blockers.

P.S.
Untuk yang agak pusing dengan pembahasan ini, silakan menonton Sense8 dari Season 1 hingga Season 2. Thanks. :)) 

13 Genre Fiksi Terpopuler yang Perlu Disimak

$
0
0

Apakah Genre?

Genre mungkin bisa dibilang seperti kategori atau pembagian gaya dalam seni, musik, atau bahkan literatur. Sebagai penulis, genre ini mengontrol apa yang kalian tulis dan bagaimana cara menulisnya. Misalnya saja, genre para penulis blog atau blogger, tentu berbeda-beda. Ada yang memusatkan isi blog untuk curhat saja, ada yang berbagi resep, berbagi tutorial hijab dan make up, bahkan sebagai sarana untuk berbagi kebahagiaan liburan melalui photo journal perjalanan. Dalam fiksi, genre akan membedakan segmentasi, gaya penulisan, dan juga fokus dari novel yang ditulis. Genre adalah DNA awal, atau embrio dari karya-karya yang akan ditulis. Selain genre, ada juga yang disebut dengan sub-genre, misalnya saja dalam genre thriller. Dalam thriller, beberapa sub-genre lahir, seperti thriller sejarah, spionase, medical thriller, political thriller, techno thriller, psychological thriller, dan lain sebagainya.
 
Tabel Periodik Genre Fiksi [Credit: Scifibloggers]

Lantas, apa pentingnya mengkaji genre?

Dari sini akan saya coba jawab dengan beberapa pendekatan. Genre dianggap penting, karena genre mengisi ekspektasi pembaca. Biasanya, kita membeli buku yang genrenya mirip, karena kita menikmati buku tersebut saat dibaca. Selain itu, genre membentuk segmentasi pembaca, sehingga ketika kita menulis novel, kita sudah tahu khalayak dari novel kita. Selain segmentasi khusus, genre juga menjadi segmentasi umum ketika novel yang ada di pasaran mengalami trend yang berubah-ubah. Misal, tahun 2016 sedang gandrung genre romance bernuansa Korea, dan tahun 2017 ini sedang gandrung buku-buku romantis receh yang lahir dari Wattpad (Eh... Duh... Maaf, nggak bermaksud sarkastis. Haha!).

Para novelis biasanya memakai keuntungan pemilihan genre untuk membuat model cerita atau base line. Dan bagian paling penting dari genre adalah saat suatu genre tertentu memenuhi kebutuhan manusia yang haus akan tata cara penceritaan yang berbeda-beda (sesuai genre dong pastinya). Kadang kala, kita membutuhkan beberapa cerita yang relatable dengan kehidupan kita, dan cerita semacam itu masuk di suatu genre yang pada artikel ini akan kita bahas.

 Di pasar Indonesia, genre yang populer dan paling banyak menghiasi rak-rak di toko buku mungkin memang genre percintaan alias romance. Tapi, tidak ada salahnya untuk menyimak beberapa genre populer lain yang masih suka nangkring di rak toko buku.

1. Romance. Ini sudah pasti di urutan pertama. Ceritanya ya seperti yang kita ketahui bersama, yaitu membahas hubungan romantis antara dua orang atau lebih. Biasanya, sub-genre yang ada di romance itu seperti paranormal, kontemporer, sejarah, fantasi, dan drama keluarga. Bahkan, di Indonesia ada beberapa genre romantis yang dicetuskan oleh masing-masing penerbit, misalnya Gramedia yang punya lini Metropop, Amore, Chicklit. Lalu ada Gagasmedia yang punya gambaran sub-genre romance seperti mainstream romance, domestic drama, baby love, realistic YA, teen romance, dan campus drama.

2. Action Adventure. Biasanya genre ini memusatkan cerita pada kondisi protagonis yang mendapat bahaya secara fisik, dikarakterisasikan sedikit aksi, keberanian dan prestasi atas keberaniannya. Alur genre ini cukup cepat, dan ketegangan semakin memuncak seiring waktu. Selalu akan ada klimaks cerita untuk pembaca bergumam-gumam kesal. Hehe.

3. Sains Fiksi (Sci-fi). Genre ini memiliki latar di masa depan, masa lalu, atau dimensi lain. Cerita sci-fi berisi ide-ide sains atau konsep teknologi yang canggih. Penulis harus meluangkan waktunya untuk membuat dunia baru, atau universe. Latar cerita harus menjelaskan plot. Sci-fi juga memiliki banyak sub-genre.

4. Fantasi. Genre ini menawarkan universe yang bertolakbelakang dengan sci-fi. Penulis harus menghabiskan lebih banyak waktu untuk membangun dunia dalam fantasi. Legenda, konsep sihir, atau ide-ide karakter dan peta dalam buku. Biasanya beberapa penulis mengambil inspirasi dari latar sejarah seperti pada Zaman Kegelapan (The Dark Ages). Fantasi juga masih punya banyak sub-genre di dalamnya.

5. Fiksi Spekulatif. Cerita dalam genre ini terbuat dalam dunia kita yang agak sedikit berbeda melalui cara yang penting. Genre ini biasanya tumpang tindih antara sci-fi, fantasi, fiksi horror, supernatural, superhero, utopia dan distopia, apokalips dan post-apokalips, juga sejarah alternatif.

6. Suspense dan Thriller. Genre ini biasanya didominasi oleh karakter yang berada dalam bahaya, dan melibatkan pengejaran juga pelarian. Ada satu atau lebih 'karakter jahat' yang mana harus dihindari protagonis, dilawan, dan dikalahkan. Ancaman kepada protagonis bisa berupa fisik atau psikologis, bahkan keduanya. Latar dalam genre ini harus utuh dengan plot. Salah satu sub-genre contohnya adalah techno thriller.

7. Young Adult. Young Adult (YA) buku ditulis, diterbitkan, dan dipasarkan untuk remaja dan dewasa muda. The Young Adult Library Services Association (YALSA) menyebutkan bahwa dewasa muda adalah seseorang yang berusia antara 12 sampai 18, tapi orang dewasa juga membaca buku jenis ini. Biasanya YA seperti cerita coming-of-age, bahkan ada yang berjalinan dengan fantasi dan sci-fi. Novel-novel YA menampilkan beragam protagonis yang menghadapi perubahan dan tantangan. Genre ini menjadi lebih populer karena kesuksesan Twilight, The Hunger Games, dan The Fault in Our Stars.

8. New Adult. New Adult (NA) menampilkan masa kuliah, daripada karakter dan plot dalam usia sekolah. Jenis ini adalah kategori yang naik satu tingkat dari YA. NA mengeksplorasi tantangan dan ketidakpastian saat meninggalkan rumah dan hidup mandiri untuk pertama kalinya. Beberapa buku NA berfokus pada seks, yang bias pula antara batas romance dan erotica.

9. Horror/Paranormal/Hantu. Genre ini adalah kisah seram yang melibatkan pengejaran dan pelarian. Protagonis harus menghadapi makhluk supernatural atau iblis. Occult adalah salah satu genre yang selalu memakai antagonis bertipe satanis.

10. Mystery/Crime. Isu utama genre ini adalah pertanyaan yang harus dijawab, identitas yang harus dipaparkan, dan kasus yang selesai. Novel ini biasanya berisi petunjuk untuk meningkatkan ketegangan ketika jawaban dari misteri perlahan terpecahkan. Ada banyak sub-genre dalam kategori ini, salah satunya kisah detektif police procedural.

11. Sejarah. Kisah fiksi sejarah biasanya mengambil tempat bersejarah yang faktual sebagai latar belakang. Figur penting dalam fiksi sejarah biasanya hanya fiksi. Romance Sejarah adalah salah satu sub-genre yang melibatkan hubungan cinta dalam latar sejarah yang faktual, contohnya seperti novel Amba.

12. Fiksi Wanita/Sastra Wangi. Di Indonesia kadang disebut "sastra wangi". Plot biasanya berisi karakter perempuan yang menghadapi tantangan, kesulitan, dan krisis yang memiliki hubungan langsung pada isu gender. Kadang juga berisi konflik dengan lelaki, walau tidak terbatas hanya di situ. Bisa juga berisi konflik ekonomi, keluarga, masyarakat, seni, politik, dan agama. Contohnya seperti "Kartini Nggak Sampai Eropa" karya Sammaria.

13. Literary Fiction/Sastra. Genre ini fokus pada kondisi manusia (human interest) dan biasanya lebih mempedulikan tema dan kondisi batin karakter daripada plotnya. Sastra agak susah dijual dan di beberapa negara mulai punah keberadaannya.

Dengan perkembangan penerbitan menjadi self-publish dan ebook, tata cara penulisan genre tertentu jadi tidak terlau rumit. Mungkin hal ini karena penerbit tidak perlu memproduksi seribu eksemplar buku. Bagaimanapun, jika kalian ingin menerbitkan secara konvensional, kalian tetap harus mempertimbangkan kebutuhan masing-masing genre.

Khalayak Bertanya, Penulis Menjawab

$
0
0
The Secret to Writing [Credits: Jonathan Gunson]
Ada beberapa pertanyaan yang kerap mampir ke surel, DM instagram, atau komentar blog. Pertanyaan-pertanyaan yang paling sering muncul akhirnya saya kumpulkan dan akan coba saya jawab pada artikel ini. Mungkin saja jawaban saya membantu, mungkin juga tidak. Tapi, semoga memang jawaban-jawaban ini bisa memberikan sedikit pencerahan.

1. Pertanyaan tentang cara menerbitkan buku.


Q: "Kak, gimana sih caranya supaya buku saya bisa terbit?"

A: "Hmmm, memang kamu lagi menulis atau sudah membereskan novel seperti apa?"

Lalu, percakapan selanjutnya pun dimulai.

"Ya belum nulis buku apa-apa sih."

*tatapan kesal menghakimi*

Ya elah bro. Dimana-mana, kalau mau menerbitkan buku itu yaaa ditulis dulu bukunya. Kalau sudah beres, baru deh bisa melanjutkan pertanyaan macam tadi. Pas dapat pertanyaan kayak gini, saya suka agak gimanaaaa gitu ya. Mau jawab juga bingung, wong bukunya aja belum beres. :))

Tapi, kalau memang bukunya sudah beres, ada beberapa cara untuk menerbitkan buku, seperti:

a) Kirim ke penerbit, di mana ini mungkin cara yang paling mudah, tapi untuk menunggu kabar dibaca atau tidaknya saja agak lama, apalagi kabar akan terbit atau tidak. Karena para penerbit menerima ratusan bahkan ribuan naskah setiap bulannya. Editor membaca naskah itu melalui sinopsis, maka buatlah sinopsis novel dengan baik dan menarik. Sinopsis ini memuat keseluruhan cerita secara garis besar, mulai dari awal, konflik, hingga penyelesaian. Jangan bubuhkan pertanyaan ambigu di akhir sinopsis novel seperti: "Apakah Reni akan bertemu dengan mantan suaminya?"

Hindari hal semacam itu dalam sinopsis, karena akan membuat gerah editor. 

b) Kalau malas lewat penerbit konvensional (dan major), maka kalian bisa cari beberapa penerbit yang memberi opsi penerbitan independen (indie), dengan kontrak atau "terms and condition" tiap penerbit yang berbeda-beda.

c) Kalau kalian kebanyakan duit, maka kalian bisa pilih opsi self-publishing, di mana proses editing, buat sampul, dan lain-lainnya kalian urus sendiri. Lalu, kalian urus ISBN dan cetak buku kalian sendiri sekian eksemplar, untuk akhirnya kalian jual sendiri dengan kemampuan marketing kalian yang harus canggih banget, supaya buku lekas terjual dan menemukan jalan kepada pembacanya.

2. Pertanyaan tentang teknis menulis.

Q: "Gimana ya bikin karakter yang keren?"

A: "Karakter itu nggak harus keren, yang penting memorable."

Jawaban di atas memang nggak membantu sih. Oleh karena itu, kalian harus mampir ke "a so called writing tips" yang udah saya susun dan ada di sini -> "Tips Sesat: Penokohan Karakter Fiksi". Silakan baca dan pahami, kalau kurang paham, silakan komentar atau kirim surel lagi.

3. Cara menyelesaikan novel.

Q: "Aduh, gimana sih beresin naskah ini? Susah banget. Ada saran, Yu?"

A: *youtube-an* *lalu buka IG* *blogging* *makan, lalu tidur*

Saya sering melewatkan pertanyaan macam ini. Hmm. Cara membereskan naskah? Itu sebenarnya gampang banget. Kalian tinggal menulis, lalu membereskan naskah alias menghentikan kegiatan dengan penutup yang membuat kalian lega. Caranya? Ya, cara inilah yang beda-beda. Satu langkah dari pertanyaan ini yaitu, STOP BERTANYA, STOP SOSIAL MEDIA, MENULIS SAJA DAN JANGAN BANYAK DRAMA. Kurang lebih seperti itu sih.

Tidak membantu? Ya maaf. Karena memang hal seperti ini dialami oleh siapa saja. Banyak yang menyebut jalan buntu ini sebagai "writer's block", tapi sesungguhnya istilah seperti itu hanya dibuat-buat. Kalian sulit membereskan tulisan bukan karena tidak ada ide, tapi karena banyak distraction alias gangguan yang membuat ide itu terpinggirkan. Coba kalau kalian konsisten menulis dalam sehari itu sekian jam dan menetapkan deadline menyakitkan untuk diri sendiri, saya jamin tulisan pun selesai. Saya pernah coba hal seperti itu. Mengurung diri di kamar kos hanya untuk menulis naskah. Kalau lapar, saya keluar kos dan cari makan, lalu setelah makan dan melakukan kegiatan lainnya, saya kembali ke depan laptop untuk membereskan naskah. Sesederhana itu sih caranya, hanya saja manusia terlalu sering membesar-besarkan masalah yang sebenarnya nggak penting-penting amat. Yha kan~

4. Outline?

Q: "Harus bikin outline dulu nggak ya?"

A: "Haruskah gue makan telur mata sapi atau telur mata ikan hari ini? Haruskah gue campur mecin ke sayuran? Haruskah gue mandi dulu sebelum nulis?"

Ya nggak tahu laaaah. :))

Truth is, semua orang punya cara masing-masing saat akan memulai naskah novel mereka. Ada yang membuat outline dulu, ada yang langsung menuangkannya dan membongkar pasang ide juga alur cerita seiring waktu. Bahkan, ada yang salto-salto dulu sebelum menulis. Semua itu untuk menemukan pace masing-masing saat mereka menulis. Haruki Murakami punya kebiasaan untuk berlari. George Orwell malah dikenal suka handwriting sembari tidur-tiduran santai di tempat tidurnya. Sedangkan saya... Saya sih tidak terkenal, jadi saya menulis dengan cara yang biasa-biasa aja. Hehe. Tapi, kalau buat saya pribadi sih, outline cukup membantu saya karena dari outline sederhana, saya bisa mengembangkan alur cerita sedemikian rupa. Yang saya butuhkan dalam outline hanyalah adegan kunci saja. Tapi, semua itu kembali lagi ke kalian. Kalau merasa nyaman dengan outline, ya tulis dulu outline. Kalau tidak, ya sudah. Langsung saja menulis naskah sebebas-bebasnya dengan tetap memperhatikan review pada saat keesokan hari akan melanjutkan naskah itu.

5. Writing Distraction


Q: "Gimana ya cara mengurangi gangguan atau selingan kalau lagi menulis?"

A: "Kill them without mercy! Attaaaaaackkk!"

Beneran. Kalian harus membunuh gangguan itu tanpa belas kasihan. Kecuali, gangguannya itu makhluk hidup seperti anak balita yang lagi pengen main atau kucing yang lucu, ya jangan dibunuh dong! :)))

Ada beberapa tips cepat untuk menghilangkan gangguan:

a. Ikut program scheduling yang udah ramai di internet, bisa menutup situs yang terindikasi menjadi selingan selama jadwal menulis kalian.
b. Membuat ruang menulis sendiri.
c. Melindungi ruang menulis itu supaya nggak diambil sama musuh. :))
d. Membuat jadwal menulis yang spesifik.
e. Lindungi juga jam menulis yang sudah dijadwal.
f. Kelilingi diri dengan orang-orang yang bisa menghargai dan menghormati proses menulis kalian supaya kalau kalian kena selingan, bisa mereka bantu.

6. Ngoceh-ngoceh lanjutan

Dear friends, i hear that. Haha. Saya cuma bisa kasih solidarity fist-bump buat kalian orang-orang yang menulis. Menulis itu sulit, apalagi menerbitkan. Sedikit gambaran tentang "Apa yang Kita Lakukan" akan muncul seiring dengan jawaban yang berada di batas antara kejelasan dan ketidakjelasan: jika kalian ingin menjadi penulis, tentu kalian harus menulis. (Dan kalian harus benar-benar menyelesaikan apa yang sudah dimulai.)

Dan sebagai penulis ingatlah bahwa:

"None of us know WTF we’re doing".

Tips Sesat 9: Menulis Interaksi Non Verbal dan Emosi Karakter

$
0
0
Dalam novel, ada satu hal yang harus disertakan, yaitu komunikasi non verbal sebagai bentuk penegasan dari komunikasi verbal. Kadang, hal ini memang lebih mudah dikatakan daripada ditulis langsung ke dalam naskah novel kita. Jadi, saya mencari beberapa contekan, alias cheat sheet yang saya temukan di internet, dan merangkumnya ke dalam contekan sederhana yang semoga saja mudah dipahami.

Karakter dalam novel memang seharusnya dibuat seperti benar-benar nyata, walau sebenarnya karakter tersebut adalah karakter fiksi. Seperti yang sudah pernah saya sebutkan di tips menulis 'sesat' beberapa minggu lalu, karakter yang baik adalah karakter yang dekat dengan kehidupan kita. Dia bisa marah, bisa bahagia, bisa sedih, dan bisa terkejut juga. Nah, ada juga karakter yang memiliki emosi campuran, misalnya dia sedih dan terkejut, sedangkan salah satu karakter yang lain sedang bahagia sambil menangis. Hal ini agak sulit dituangkan ke dalam tulisan. Oleh karena itu, silakan melihat ke cheat sheet berikut untuk memahami cara membuat kombinasi non verbal dan emosi karakter.

Tips Menulis Bahasa Tubuh

  • Gunakan bahasa tubuh untuk menambah penegasan dan kedalaman pada dialog.
  • Gunakan bahasa tubuh karena sebagian besar komunikasi kita adalah non-verbal.
  • Tuliskan bahasa tubuh untuk menunjukkan emosi karakter.
  • Gunakan bahasa tubuh untuk menunjukkan suasana atau latar novel daripada menuliskannya ke dalam narasi panjang yang membosankan.
  • Tetap perhatikan bahwa penambahan bahasa tubuh dalam novel juga tidak boleh berlebihan, karena akan membuat plot melambat.
Menerjemahkan Emosi Menjadi Bahasa Tubuh

Berikut ini saya buat infografik yang berisi kombinasi antara emosi dan contoh bahasa tubuh yang mewakili emosi tersebut. Selamat mencoba! (Klik gambar untuk zoom)





 

Segala yang Duren Itu... Enak!

$
0
0
Saya menggemari durian. Di keluarga, ada yang alergi durian, yaitu Mama. Tapi, Bapak dan Dek Ita suka durian juga. Jadi, kalau kami sedang pesta durian, pastilah kami sengaja malah memamerkan bau durian yang menyengat di depan Mama. Mama pasti ngomel, tapi sambil tertawa. Ya begitulah sepotong cerita tentang keluarga kami yang banyak tertawa.

Alkisah, kesukaan saya pada durian tidak berhenti hanya di buahnya saja, tetapi juga olahan lain durian yang sering dijumpai di pinggir jalan sampai di gerai makanan mahal yang menyajikan menu durian. Beberapa makanan dari durian itu sudah saya coba, walau tidak semua. Ada juga beberapa makanan yang sepertinya kurang saya sukai, walau berbahan dasar durian. Semua itu biasanya hanya karena faktor buah duriannya yang sudah menjadi fermentasi, seperti sambal durian, tempoyak, atau tape ketan durian. Kalau rasanya sudah agak asam karena fermentasi dan kehilangan cita rasa durian asli, saya biasanya tidak makan.
Saya waktu masih gendut
Dari beberapa varian durian yang sudah diolah menjadi makanan, saya menyukai es cendol durian khas Padang (yang kata suami saya biasanya mereka hanya jual nama, tetapi tidak seenak yang di Padang sana). Lalu, ada juga es durian yang lagi-lagi khas Padang (ini berbeda dengan sup durian lho ya!). Selain itu surabi durian yang pernah saya beli jauh-jauh ke Jalan Sukasari III, Bogor adalah favorit saya. Selain harganya yang murah, rasanya juga top. Walau sebenarnya sama saja sih, karena ongkos dari Tangsel ke Bogor kan lumayan. Setara lah jadinya harga surabi durian yang aslinya hanya 7ribu-an menjadi sekitar 20ribu-an (sudah plus ongkos dari Tangsel). Haha.
Es Cendol Durian di Bogor Selatan
Nah, beberapa makanan durian ini ada kisah uniknya, salah satunya es durian Iko Gantinyo. Saya mencoba es durian di salah satu gerai daerah Gading Serpong. Ketika di sana, ada mobil plat BA. Kata suami, itu plat mobil dari Padang. Wah, tambah mengesankan saja nih. Sambil menunggu es durian terhidang, saya dan suami mengobrol seputar kemungkinan bahan yang diimpor langsung dari Padang dan juga kisah  unik tentang kejadian pecah kongsi antara gerai es durian.

Konon, Iko Gantinyo ini adalah salah satu gerai yang pecah kongsi. Dahulu, ada seorang pembuat es krim bernama Incek Sinyo. Di Padang sendiri, para penerus es krim durian Incek Sinyo ternyata pecah kongsi dan membentuk gerai masing-masing. Salah satunya adalah Iko Gantinyo (mungkin secara harafiah artinya menggantikan yang 'itu'). Lalu, gerai es durian yang katanya asli dari Incek Sinyo, bernama "Ganti Nan Lamo", yang secara harafiah berarti "menggantikan yang lama". Dua gerai ini masing-masing mengklaim bahwa keduanya adalah penerus dari es krim durian Incek Sinyo. Tapi, walau pecah kongsi sepertinya kedua es durian ini sama-sama enak dan harganya juga sama-sama bersahabat (kalau di Padang). Di cabang Gading Serpong sih harganya standar Jabodetabek, kisaran 20.000 sampai 35.000. Tapi, serius deh, rasanya memang enak dan tidak seperti es krim atau sup durian pada umumnya yang daging duriannya sedikit, malah lebih banyak biji duriannya.
Iko Gantinyo Serpong
Di Iko Gantinyo, strategi supaya buah duriannya terasa banyak yaitu dengan dijadikan pasta durian. Jadi, dengan daging durian sekian kilogram, bisa menjadi pasta berliter-liter, juga ditambah sedikit essens. Hmmm, walau begitu, serat duriannya tetap terasa dan yang pasti tetap enak.

Jadi, buat teman-teman yang ingin mampir dan mencoba es durian ala Sumatera Barat ini, silakan mampir ke Ruko Bolsena Blok C No. 19, Jalan Raya Bouleverd, Gading Serpong.

Selamat mabuk durian!

***

Tema khusus posting blog ini dibuat dalam rangka meramaikan "Minggu Tema: Kuliner" di Komunitas #1m1c - 1 Minggu 1 Cerita

Pengalaman Singkat Memakai Linux yang Berumur Panjang

$
0
0
Happy 10th Years in Using Linux!
Terhitung tahun ini, berarti saya sudah memakai sistem operasi Linux selama 10 tahun. Sejak 2007, saya aktif menggunakan dan melakukan segala kegiatan komputerisasi dengan Linux. Walau banyak orang awam yang belum terbiasa dan bilang kalau Linux itu tidak bisa dipakai apa-apa, karena jelas saja mereka terlalu terbiasa dengan Windows. Tapi, saya punya prinsip untuk tidak pakai perangkat lunak bajakan. Jadi, kalau kurang uang untuk beli lisensi perangkat lunak, bukannya lebih baik pakai yang bersumber terbuka?

Pertama kali saya memakai Linux tentu saja Ubuntu, walau sebenarnya dulu saya pernah nongkrong di warnet yang semua komputernya terpasang Fedora. Salah satu hal yang tabu mungkin di dunia per-warnet-an. Haha. Tapi, salah satu petugas warnet tersebut adalah kakak kelas saya ketika di STM dahulu, di mana kami sama-sama siswa Teknik Komputer Jaringan. Tapi, saya memulai petualangan Linux justru malah pada saat kelas 3 SMP, di mana saya punya laptop pertama kalinya, dan saat itu Ubuntu sedang gencar melakukan program pengiriman CD gratis. Versinya pada saat itu masih Hardy Heron (baru saja transisi dari Gutsy Gibbon). Ada 3 edisi yang mereka kirimkan dari Belanda. Saya memesan sekitar 4 CD untuk masing-masing, yaitu Ubuntu, Xubuntu, dan Edubuntu, dengan bonus stiker Ubuntu dengan logo khasnya itu.

Setelah sampai dalam 8 hari (dari Belanda, dengan gratis pengiriman dan saya juga tidak bayar apa-apa), langsung saya coba instalasi Ubuntu dengan dual boot di laptop saya. Bayangkan saja anak SMP yang sedang menunggu pengumuman lolos ujian masuk STMN Pembangunan Bandung mencoba hal seperti itu. Saya merasa paling hebat se-Indonesia sebagai anak SMP, hanya karena di kompleks saya belum ada yang punya laptop dan bahkan belum bermain komputer, karena masih lebih senang main PS. Sayangnya saya tidak punya PS saat itu, karena kata orang tua saya, itu tidak membantu saya jadi pintar. :))

Dan ternyata, instalasi dual boot rupanya tidak semudah yang saya kira. Pekerjaan instalasi dual boot itu saya hampir lupakan hingga saya masuk STM jurusan TKJ. Di TKJ, rupanya ada mata pelajaran Sistem Operasi, di mana guru yang mengajar termasuk Linux fans juga. Dan, akhirnya saya mulai jadi sering nongkrong di workshop TKJ, bahkan sampai tidak pulang hanya untuk membereskan instalasi dual boot yang kurang support di laptop saya. Pada saat itulah, saya menemukan cara instalasi dual boot untuk mengakali VGA Sis yang tidak support untuk Linux, apalagi Ubuntu yang kala itu masih mengusung GNOME sebagai desktop environment-nya.

VGA Sis membutuhkan boot parameter acpi, pada saat instalasi karena Sis merupakan VGA generik yang tidak support desktop environment berat semacam GNOME. Pemasangan boot parameter sendiri saya dapat dari beberapa sumber di internet selama tiga hari dan baru berhasil setelah beberapa kali gagal mencoba. Setelah berhasil terpasang pada laptop dan membiasakan diri, barulah saya mulai menghapus sistem operasi Windows bajakan dan hanya memakai Ubuntu saja. Rasanya senang bukan main, padahal hanya memasang sistem operasi open source lho. Ya itulah, namanya hobi dan kesenangan, tentu akan memberikan kepuasan lebih kalau kita berhasil mencapai sesuatu yang menantang dari hobi kita itu. Kenapa menantang? Tentu saja menantang, karena sistem operasi Linux pada saat itu belum banyak dikenal dan bisa membuat panik kalau GRUB error. :P

Saya terus mengeksplorasi Linux dari masa ke masa, termasuk mencoba beberapa distro Linux lain mulai dari yang keren seperti Linux Mint (masih fork Ubuntu juga), Slackware, Mandriva (sekarang di-fork ke Mageia), OpenSUSE, CentOS, Backtrack (sekarang Kali Linux), Fedora, bahkan sampai Arch Linux yang instalasinya susah luar biasa. Semua itu saya pasang di laptop sendiri dengan mode dual boot, atau menggunakan virtual machine. Instalasi dengan package management dan instalasi aplikasi dengan mode compiling juga saya coba. Semua itu saya lakukan hanya untuk mendapatkan pengalaman lain yang pasti akan bermanfaat.

Apalagi ketika saya mulai bekerja sebagai IT System Administrator, saya memulai dari Linux di area hosting, kemudian merambah ke vm, container, bahkan pada cloud AWS, Digitalocean, dan Linux yang ada di cloud lainnya. Dari pekerjaan saya itu, saya mendapatkan kesempatan training RHCSA (RedHat Certified System Administrator) dan mengambil exam. Saya senang, karena Linux membawa saya ke berbagai kesempatan yang berharga dan juga bergabung ke banyak komunitas praktisi Linux dari berbagai belahan dunia, baik yang masih newbie seperti saya sampai yang sudah level dewa. Teman-teman kantor yang juga pengguna Linux pun menambah wawasan saya menjadi lebih luas. Dengan ini, saya bergerak ke arah yang lebih tinggi, di mana ketidaktahuan saya semakin bertambah dan rasa haus akan ilmu di dalam dunia Linux dan open source pun semakin banyak. Saya bersyukur, karena dulu sempat mengecap pengalaman berharga yang tidak saya sangka-sangka, di saat perempuan sebaya seperti saya saat itu sibuk dengan dunia gadis remaja, saya malah menghabiskan waktu di workshop Teknik Komputer Jaringan untuk mengulik Linux dan meminta izin Pak Guru untuk nongkrong dengannya sembari memakai internet sekolah. Haha.

Tapi memang, sesuatu yang berbeda, di masyarakat kita kurang bertahan lama. Contohnya saja, warnet dengan OS Fedora yang sempat saya ceritakan di atas, kini sudah tidak ada. Padahal, di warnet itu semua hal terasa lebih secure daripada kita nongkrong di warnet Windows (sudah banyak virus, banyak spam, scam, dan malware, juga tidak licensed). Warnet bernama Barda itu sudah tutup dan tidak ada lagi cerita warnet dengan Fedora yang mengawali kecintaan saya pada Linux.

Tapi, kecintaan saya tentu saja tidak akan berakhir. Hingga saat ini, saya masih aktif memakai Linux dan masih setia dengan xfce. Selain itu, saya juga mengerjakan blog senang-senang bersama beberapa teman yang berisi materi tentang Linux dan open source bernama HeyTUX. Barangkali teman-teman penasaran dengan dunia Linux, teman-teman bisa mampir ke halaman www.heytux.com, dan kami pun membuka kontribusi bagi teman-teman baik pemula maupun advance, yang punya pengalaman dengan Linux.

Akhir kata, saya cuma bisa katakan, "Stop membajak Windows. Kalau tidak berniat membeli license, beralihlah ke Linux saja!" :p

***

Tulisan ini dibuat dalam rangka merayakan hari jadi diri saya sendiri sebagai pengguna setia Linux selama 10 tahun berturut-turut~

Tips Menulis Sinopsis Novel

$
0
0
Setelah naskah novel selesai, teman-teman mungkin ingin mencobanya ke dapur penerbitan. Teman-teman perlu menyiapkan beberapa hal ini sebelum mengirimkan naskah ke penerbit:
  • Biodata lengkap penulis (untuk keperluan administrasi).
  • Profil singkat penulis.
  • Naskah lengkap (ya iya lah, masa naskahnya nggak dikirim?).
  • Sinopsis naskah.
Nah, yang terakhir ini sifatnya wajib, dan harus dibuat sesuai isi naskah dan dibuka dengan kalimat yang membuat editor tertarik. Karena, biasanya editor memilih naskah dimulai dari sinopsisnya dahulu, baru mereka memutuskan untuk membaca keseluruhan naskah. Jadi, kalau sinopsisnya kurang menarik, biasanya naskah akan disisihkan bahkan disingkirkan.
Menulis Sinopsis Novel
Jadi, bagaimana sih langkah-langkah atau cara menulis sinopsis novel?

Sebelum memulainya, mari kita memahami dulu apa itu sinopsis. Dalam fiksi atau novel, sinopsis merupakan ringkasan secara keseluruhan naskah novel Anda yang mendeskripsikan isi novel dari awal hingga akhir. Jalan cerita juga dijelaskan dalam sinopsis, mulai dari pembukaan, konflik, puncak konflik, hingga penyelesaian harus dipaparkan dalam sinopsis.

Perlu diingat bahwa sinopsis berbeda dengan blurbs atau uraian yang ada di bagian sampul belakang novel. Blurbs biasanya berisi rangkaian kalimat yang membuat calon pembaca penasaran, sedangkan sinopsis harus dibuat apa adanya, sejelas-jelasnya, tanpa ada pertanyaan-pertanyaan seperti 'Akankah Republik Imperanesia berperang kembali dengan sub Republik yang ingin memecahkan diri?'

Untuk membuat sinopsis novel, berikut ini beberapa langkah yang bisa teman-teman coba agar mendapatkan gambaran tentang bagaimana membuat sinopsis yang menarik.

1. Pembukaan Sinopsis yang Menarik

Awal sinopsis bisa menjadi penentu apakah editor mau membaca naskah Anda selanjutnya atau tidak. Sama seperti ketika kita membuat naskah novel, pembuka novel merupakan penentu lanjut tidaknya pembaca novel kita.  Awal sinopsis ini bisa menjadi umpan yang menarik pembaca novel. Beberapa hal ini bisa dicoba saat membuat pembukaan sinopsis, yaitu:
  • Buka sinopsis dengan menceritakan suasana atau latar novel.
  • Buat gambaran yang kuat dalam dua sampai empat kalimat mengenai latar novel ini, untuk memberi gambaran ide yang jelas pada calon editor novel tentang kondisi-kondisi yang nantinya akan membentuk karakter novel.
  • Walau sinopsis dibuka dengan menarik, bahasa yang digunakan harus tetap mudah dipahami.

2. Rangkum Seluruh Alur Cerita

Sinopsis harus memuat kejadian yang ada dalam novel secara lengkap, mulai dari pembukaan, perkenalan tokoh, percikan konflik atau awal konflik, puncak konflik, konflik yang mereda, bahkan hingga penyelesaian dan bagaimana tokoh-tokoh berubah secara emosional maupun secara fisik. Untuk mendeskripsikan kejadian tersebut, berikut ini beberapa langkah singkat agar memudahkan Anda dalam membuat sinopsis.
  • Buat paragraf-paragraf dalam sinopsis mewakili bab dalam novel. Misalnya, ada 20 bab dalam novel, maka rangkum inti masing-masing bab ke dalam paragraf sinopsis secara singkat namun jelas.
  • Uraikan sinopsis sesuai alur. Jika alur cerita memang mundur, maka deskripsikan sesuai alur tersebut. Jika alur maju, deskripsikan sesuai dengan alur maju tersebut.
  • Buat inti masing-masing bab yang diceritakan dalam sinopsis sesingkat mungkin dan tak perlu bertele-tele atau menambah-nambah uraian yang malah tidak ada dalam novel.

3. Ceritakan Tokoh

Selain alur, tokoh yang ada di dalam novel Anda juga perlu diceritakan. Deskripsi karakter ini meliputi usia, sifat, kondisi fisik, pekerjaan, dan posisinya dalam novel. Anda bisa juga menggambarkan tokoh ini dalam alur yang Anda gambarkan pada langkah nomor dua, agar bisa memperlihatkan apa yang terjadi pada tokoh dan bagaimana proporsi tokoh dalam mengubah plot novel. Selain itu, perlu digambarkan pula tokoh protagonis maupun antagonis yang ada dalam novel dan merupakan tokoh utama. Untuk tokoh cameo yang tidak terlalu signifikan sebagai penggerak plot, bisa dideskripsikan dalam kalimat-kalimat singkat saja.

4. Hindari Membuat Pertanyaan

Seperti yang sudah dijelaskan di awal artikel ini, sinopsis harus dituliskan sejelas mungkin. Usahakan untuk menghilangkan unsur-unsur pertanyaan yang membuat pembaca penasaran, karena hal itu malah akan merusak sinopsis kalian. Dalam sinopsis, semua cerita, baik yang akan muncul sebagai plot twist atau ending cliff hanger, harus dituliskan sesuai dengan naskah novel. Sinopsis adalah pencitraan awal novel Anda, sehingga apa yang disampaikan pada sinopsis harus sejalan dengan isi novel. Tidak boleh ada unsur atau alur penting yang disembunyikan dalam sinopsis. Namun, usahakan tidak perlu menambah keterangan yang tidak perlu di dalam sinopsis. Jika ada beberapa plot yang bukan merupakan penggerak plot utama, maka tidak perlu dituliskan juga tidak apa-apa. Atau keterangan kecil bisa diwakilkan dengan satu kalimat saja.

Nah, mungkin inilah beberapa langkah membuat sinopsis yang biasanya saya praktikkan. Lebih mudahnya, saya biasanya menuliskan inti cerita dalam sinopsis novel dengan mengambil inti tiap bab dalam novel. Jadi, dalam setiap bab novel saya kan biasanya memuat inti cerita dan alurnya, maka itulah yang saya tuliskan dalam sinopsis.

Jika ada yang masih bingung atau penasaran dengan contoh sinopsis dari beberapa novel saya yang sudah pernah terbit, silakan kirim komentar Anda di bawah ini dan saya akan coba balas sesegera mungkin.

Selamat menulis!

Tips Menulis 11: Membuat Kisah Persahabatan yang Meyakinkan

$
0
0
Seperti dalam kehidupan nyata, tokoh dalam novel yang kita buat adalah makhluk sosial juga. Dalam alur cerita, tokoh kita ini akan bersinggungan dengan banyak karakter lain, baik karakter utama lain atau karakter pendukung. Bahkan, jika karakter yang kita buat adalah karakter yang 'anti sosial' sekalipun, mereka tetap akan bertemu 'manusia lainnya'.

Untuk membuat hubungan sosial dan pertemanan dalam novel, beberapa tips berikut ini dapat teman-teman aplikasikan. Interaksi ini bisa berupa interaksi yang harmonis maupun penuh konfrontasi.

1. Bangun inspirasi dari dunia nyata.
Menulis hubungan sosial yang kompleks antara karakter membutuhkan observasi dari hubungan dalam kehidupan kita sendiri, maupun hubungan pertemanan dan sosial yang ada pada orang lain. Untuk berlatih membuat koneksi seperti ini, siapkan daftar nama teman-teman dekat kalian dalam Excel atau dokumen Word. Lalu, coba buat flow atau diagram alir untuk pertemanan mereka dengan teman-teman lainnya, sehingga tercipta suatu 'circle' ini. Nah, relationship circle ini bisa kalian aplikasikan dalam novel yang sedang ditulis. Sedangkan, untuk menulis hubungan yang memerlukan konfrontasi, atau suatu rivalitas, teman-teman juga dapat mengobservasi lingkaran pertemanan. Misal, kalian punya teman bernama Adit, dan Adit ini punya rival dalam memperebutkan wanita. Maka, biasanya si lingkaran pertemanan rival si Adit ini akan menjadi musuh Adit juga. Nah, untuk mencoba dalam novel, kalian bisa mengambil beberapa hal yang 'nyata' dan menambahkan beberapa hal yang fiksi. Sebagai contoh, interaksi antar teman atau rival bisa diambil dari dunia nyata sementara nama tokoh-tokohnya diganti.

2. Membuat backstory karakter.
Setiap karakter atau setiap orang, pasti memiliki masa lalu dan kekurangan. Untuk lebih membuat karakter kalian believable atau meyakinkan, maka buatlah backstory yang membentuk perilaku si karakter tersebut. Selain itu, backstory atau latar belakang pertemanan antar karakter juga dibahas.

Sebagai contoh, dalam novel Halo, Tifa yang pernah saya terbitkan, ada kisah Terra dan Bram yang memiliki love-hate-but-bro relationship. Mereka ketika kelas 1 SMK adalah sahabat, yang sama-sama senang ilmu bela diri. Lalu, sejak kejadian tawuran yang menewaskan seseorang, mereka jadi bermusuhan karena perbedaan idealisme atau perubahan pandangan Bram terhadap tawuran. Dan saat kelas 3 SMK, sejak kedatangan Tifa ke sekolah mereka, kedua pandangan mereka terhadap masa remaja dan masa depan pun kembali dibenturkan hingga menyebabkan mereka harus berinteraksi lagi, walau Bram dan Terra telah mengklaim diri mereka sebagai musuh, bukan lagi sahabat. Nah, sejarah hidup tokoh seperti inilah yang akan membuat tokoh dalam novel kalian meyakinkan.

3. Membuat pasang surut hubungan.
Dalam setiap interaksi sosial seperti percintaan atau persahabatan, akan selalu ada pasang surut dan perubahan. Entah itu ke arah putusnya persahabatan atau ke arah lebih eratnya persahabatan. Bahkan, dari yang tadinya musuh pun bisa kembali bersahabat.

Nah, sebagai contoh, saya akan kembali mengambil contoh dalam novel Halo, Tifa (disingkat HT). Tapi, maaf kalau agak spoiler nih. Hahaha! Dalam novel HT, Ody dan Terra sama-sama ketua geng atau kelompok tawuran di sekolah masing-masing. Keduanya sering berseteru dan bertengkar setiap ada kesempatan. Namun, menjelang UN kelas 3, Ody yang memikirkan masa depan pun mulai gencatan senjata. Hal ini seolah menghilangkan kesenangan Terra dalam tawuran, karena tidak ada lagi rival yang setara hingga muncul alumni STM Tunas Bangsa yang pernah diasingkan karena tawuran hingga membunuh orang. Ia bernama Beni. Beni pernah menghajar teman Terra hingga babak belur dan harus masuk rumah sakit, tetapi Terra pikir itu perbuatan Ody. Terra pun mendatangi Ody untuk meminta kejelasan, tetapi Ody berpendapat bahwa itu kelakuan Beni. Akhirnya, Terra dan Ody pun saling membantu untuk menumpas campur tangan Beni yang mengotori pemikiran anak-anak kelas 2 di STM Tunas Bangsa sampai membentuk geng motor. Pada bagian novel HT ini, perubahan hubungan antara Ody dan Terra ditunjukkan melalui beberapa dialog dan latar.

Contoh di atas dapat menjadi acuan dalam membuat perubahan hubungan atau interaksi sosial antara tokoh yang kalian buat di dalam novel.

4. Hindari membuat karakter yang 'tiba-tiba' saling suka.
Hal ini sangat klise, walau orang sering mengatakan 'cinta pada pandangan pertama'. Tapi, dalam dunia nyata memang rasa suka antara dua orang tidak muncul secara tiba-tiba. Untuk menuju ke sana, atau misalnya untuk menuju ke suatu hubungan yang lebih dalam seperti saling suka, menjadi sahabat, atau menjadi partner in crime, butuh suatu proses. Akan ada proses tarik ulur, kembali dekat, putus hubungan, lalu ketemu lagi dalam keadaan berbeda sehingga kedua orang bisa menjadi lebih dekat. Sekali lagi, untuk membuat dinamika hubungan seperti ini, perlu observasi dari sekitar. Kalian bisa memakai contoh hubungan dari teman kalian, atau contoh hubungan yang terjadi pada diri kalian sendiri dengan orang lain.

5. Mengetahui karakter luar-dalam.
Sebagai novelis, tentunya kalian bertindak sebagai tuhan bagi novel kalian. Oleh karena itu, buatlah karakter kalian dengan detail dan ketahui karakter kalian lebih jauh daripada calon pembaca novel kalian. Walau tidak semua detail dimasukkan ke dalam novel, setidaknya bisa menjadi kumpulan biodata karakter yang bisa kalian baca-baca suatu waktu. Detail karakter ini bisa berupa nama lengkap, alamat, email (walau bohongan), hal yang disukai dan tidak disukai, tempat tanggal lahir, zodiak, shio, sifat, gaya berpakaian, gaya bicara, personality mereka-apakah introvert atau ekstrovert. Bahkan saya sendiri menulis berbagai tokoh memakai tabel di Excel untuk melihat perbedaan masing-masing tokoh agar pada saat membuat deskripsi di dalam novel bisa terlihat perbedaannya antara satu tokoh dengan yang lain. Begitu juga dengan deskripsi interaksi mereka dalam kehidupan sosial, baik dengan masyarakat tempat mereka tinggal, sahabat dekat atau lingkaran dekat, lingkaran jauh, musuh, orang yang disukai, dan lain-lain.

6. Banyak membaca contoh-contoh novel dengan hubungan sosial yang kuat.
Hal ini penting, karena seperti yang sudah saya sebutkan berkali-kali, kapabilitas seseorang menulis tentulah harus sebanding dengan kapasitas bacaan mereka. Bacaan bisa menjadi influence dan mengantar seorang novelis ke arah gaya menulis yang mereka sukai dan bisa mereka kembangkan seiring perjalanan. Oleh karena itu, untuk membuat kisah persahabatan atau karakter sahabat dari tokoh utama, kalian bisa membaca berbagai contoh novel yang pernah membahas itu.

Berikut ini beberapa contoh novel yang berisi tentang persahabatan dan bagaimana sebuah hubungan sosial penuh dinamika terbangun dalam novel.
  • Dead Poets Society oleh N.H. Kleinbaum
  • Novel-novelnya John Green
  • Bridge to Terabithia oleh Katherine Paterson
  • The Kite Runner oleh Khaled Hosseini
  • Harry Potter (All Books)
  • Wonder oleh R.J. Palacio
  • The Perks of Being a Wallflower oleh Stephen Chbosky
  • The Book Thief oleh Markus Zusak
  • Trilogi The Hunger Games.
  • Dan novel lainnya yang bisa kalian cek di SINI

Juga dua novel saya yang berjudul "7 Divisi" dan "Halo, Tifa" yang keduanya mengisahkan seputar persahabatan dalam hubungan sosial penuh dinamika. Hehe.

Nah, selamat mencoba ya! Semoga novel kalian segera selesai dan pastinya segera terbit! :)

P.S.
Cover image from Pexels.com.
Cover image editing by me. 

Tips Menulis 12: Memilih Penerbit untuk Novelmu

$
0
0
Hai! Kembali lagi di tips menulis yang semoga masih relevan dan berfaedah yaa. Setelah absen di blog ini cukup lama-karena mengelola banyak blog lain-saya kembali dengan pembahasan tips menulis.

Kali ini, saya ingin berbagi sedikit tips bagi teman-teman yang sudah menyelesaikan naskah novelnya. Oh ya, pertama-tama, saya ucapkan selamat buat teman-teman yang berhasil menyelesaikan naskah! Yeaaay! *nyalain petasan

Nah, setelah menyelesaikan naskah, apa langkah selanjutnya? Bagi sebagian orang, mungkin naskah itu akan dibiarkan teronggok atau didiamkan saja di dalam harddisk. Ada juga yang mencetaknya dengan format A4 (seperti skripsi), lalu dijadikan koleksi pribadi. Tapi, ada juga orang-orang yang punya mimpi besar untuk menerbitkan karyanya sendiri, dengan harapan karya tersebut akan sampai ke tangan pembaca yang tepat.

Untuk mencapai hal itu, tentunya si penulis haruslah bisa memilih penerbit yang tepat untuk novelnya. Penerbit di Indonesia ini beragam, mulai dari yang sudah besar nama, hingga yang cetakannya kadang masih tersisihkan di toko buku. Tapi, semua penerbit itu tetaplah teman para penulis, di mana penulis bebas untuk memilih penerbit mana yang akan menjadi muara bagi naskahnya.

Tapi, bagaimana memilih penerbit yang pas dan cocok untuk novelmu? Jawabannya ada di beberapa poin di bawah ini.

1. Membuat daftar penerbit.

Sebelum mengirim naskah, tentunya kita punya preferensi penerbit. Kita pasti punya cita-cita untuk menerbitkan di penerbit favorit kita, atau penerbit yang memuat tema dan genre tertentu. Daftar penerbit itu, kita tuliskan, berikut genre dan berbagai informasi lengkapnya, mulai dari surel mereka, alamat, tata cara pengiriman naskah, dan sebagainya.

2. Riset penerbit yang diinginkan.

Setelah kita membuat daftar, kita harus melakukan riset penerbit dan buku-buku yang mereka terbitkan. Misalnya, penerbit Gagasmedia memiliki sebutan atau rubrik untuk genre romance mereka sendiri, seperti mainstream romance, domestic drama, baby love. Sementara untuk lini Young Adult di Gagasmedia, terbagi lagi menjadi campus drama, realistic fiction, dan teen romance.

Berbeda dengan Gagasmedia, GPU memiliki sebutan lini mereka sendiri, seperti Young Adult, Teenlit, Chicklit, Metropop, Amore, dan lain-lain. Begitu juga dengan penerbit lainnya yang kalau saya sebutkan di sini akan panjang sekali daftarnya. Mungkin nanti saya bantu untuk membuat daftar di post selanjutnya.

3. Baca contoh novel dari para penerbit.

Nah, setelah melakukan riset seperti itu, tentu kita harus membaca contoh novel yang diterbitkan oleh mereka, supaya kita mendapat gambaran tentang novel-novel seperti apa yang mereka terbitkan. Apakah romance-nya kental? Apakah banyak drama? Apakah mereka menerima naskah thriller?

Kita memang punya preferensi penerbit, tapi penerbit juga punya preferensi novel atau buku yang ingin mereka terbitkan. Meskipun penerbit tidak menyebutkan seperti apa novel yang diinginkan, atau teknisnya bagaimana, dengan membaca novel-novel atau buku-buku yang mereka terbitkan, lambat laun kita pasti bisa mengetahui preferensi buku terbitan mereka.

Misalnya, ada satu penerbit yang menerbitkan karya fantasi. Tapi, tidak semua karya fantasi bisa lolos. Untuk mengetahuinya, kita harus membaca kisah fantasi yang diterbitkan di sana. Setelah kita membaca beberapa, kita tahu ternyata bahwa hanya fantasi dengan universe atau world building tertentu yang bisa terbit di penerbit tersebut. Intinya sih, mau jadi penulis ya tidak boleh malas baca, karena 'membaca' adalah salah satu pekerjaan penulis juga. :)

4. Tanya teman yang sudah pernah menerbitkan buku.
Yang ke empat ini adalah langkah pamungkas. Kita bisa tanya teman yang sudah pernah menerbitkan buku di penerbit pilihan kita. Banyak yang bisa kita tanya, dari mulai cara mengirim naskahnya apakah lewat surel atau harus dicetak. Lalu, bagaimana sistem atau teknis penerbitannya dan bahkan pertanyaan yang mungkin lebih sensitif, yaitu permasalahan royalti. Semua itu, bisa coba kita tanyakan pada teman yang pernah menerbitkan buku.

Nah, inilah empat langkah mudah untuk menentukan penerbit mana yang cocok untuk novelmu. Dari empat langkah ini, kita bisa lebih jeli dan bisa menentukan ke mana naskah kita akan berakhir. Walau penerbit itu memiliki perbedaan genre dan hasil terbitan, tapi tujuannya satu, yaitu menyampaikan karya kita pada pembaca.

Jadi, selamat mencoba dan semoga sukses dalam penerbitan buku kalian!

Me Time Tidak Selalu Ringan

$
0
0
[Image Source] Pexels - Edited by me.
Bagi saya, hidup di kota besar adalah salah satu hal yang membuat stres. Apalagi waktu dulu masih kos sendiri tanpa sanak saudara sama sekali di Jakarta ini. Belum lagi pekerjaan yang menyita waktu, dan akhir minggu yang dihabiskan untuk mengenyam sekolah tingkat tinggi. Dalam satu minggu, nyaris tak ada waktu untuk saya bersenang-senang atau melakukan kegiatan lain untuk diri sendiri. Selain itu, menurut beberapa penelitian, kadar stres wanita jauh lebih tinggi daripada pria. Hal ini menyebabkan, me time sangat penting dimiliki oleh para wanita, baik yang sudah berumah tangga, sudah memiliki anak, masih lajang dan bekerja di kota besar, atau yang masih berstatus pelajar.

Kalau ditanya soal me time, saya malah kadang melakukan hal-hal yang bisa dibilang lebih stres daripada pekerjaan saya dalam lima hari kerja. Mungkin memang aneh sih, tapi menurut Treadway (1998), seperti dilansir dalam harian online Kompas.com, keterkaitan dan hubungan yang positif dengan diri sendiri dan juga lingkungan bisa menjadi pencegah stres dan kecemasan yang sering dialami oleh seseorang. Menurut saya pribadi, hubungan positif dengan diri sendiri itu ya saya lakukan dengan mengerjakan hal-hal yang "berat", tapi tetap menyenangkan bagi diri saya pribadi. Aktivitas yang menyenangkan untuk diri sendiri inilah yang bisa kita sebut "me time".

Selain itu, me time merupakan momen krusial bagi seseorang untuk menjadi individual sehingga dapat memanjakan dirinya sendiri. Hal ini penting karena setelah satu minggu mengerjakan hal-hal sederhana bahkan hal sulit bagi orang lain, ada saatnya kita butuh rehat dari hal tersebut untuk memanjakan diri sendiri. Banyak cara dan aktivitas yang setiap orang miliki untuk me time, dan sudah pasti setiap orang memiliki me time atau persepsi me time yang berbeda.

Untuk saya sendiri, jujur saja me time yang saya lakukan tentunya tak jauh-jauh dari hal yang berhubungan dengan menulis. Misalnya saja, saya kadang riset untuk novel dengan cara menonton banyak drama Jepang, drama Korea, atau serial televisi Hollywood. Kadang juga saya membaca buku. Namun, hal yang paling sederhana yang bisa saya lakukan adalah browsing saja sampai berjam-jam.

Tak jarang pula me time saya diisi dengan branching git dan coding automation dengan ansible, mengerjakan sesuatu yang bisa dibilang bukannya sederhana atau istirahat, tapi malah menambah stres. Bagi saya, mengerjakan sesuatu yang membuat saya senang walaupun bagi sebagian orang malah menambah stres, adalah definisi me time saya. Banyak orang menganggap me time itu harus liburan atau belanja hingga menghabiskan uang, tapi sejujurnya bukan hal-hal semacam itu karena liburan dan belanja adalah mispersepsi tentang me time. Menurut Ayoe Sutomo, M.Psi, salah seorang psikolog, seperti dilansir melalui Wolipop, aktivitas me time setidaknya harus dapat memenuhi empat manfaat, yaitu:
  • Bisa memahami diri sendiri jadi lebih mendalam dan lebih baik, juga memandang sesuatu jadi lebih positif atau optimis.
  • Meningkatkan mood, merasa bahagia, dan tidak ada penyesalan dalam kegiatan me time yang dilakukan. Misal, menyesal karena belanja terlalu banyak hingga tagihan kartu kredit membengkak.
  • Siap berkomunikasi dan berinteraksi dengan lebih baik terhadap lingkungan sekitar, baik keluarga, teman, maupun pekerjaan.
  • Membuat kondisi mental jadi lebih baik, sehingga dapat menyongsong kembali rutinitas dengan mental prima.

Nah, jika empat manfaat di atas telah dirasakan, me time dengan bentuk apapun tetaplah me time. Misalnya saja me time sederhana dengan hanya tidur seharian, atau me time yang lebih berat seperti membaca buku berjam-jam atau mengerjakan coding YAML seperti saya, maka itu tetap disebut me time. Mengapa? Ya tentu saja karena tujuan me time selain untuk istirahat dari rutinitas membosankan, adalah untuk menemukan diri kita sendiri setelah hilang di dalam kerumunan rutinitas itu. Dengan me time, kita akan menemukan diri kita yang lebih baik, lebih terasa bermanfaat bagi orang lain, berpikiran positif, dan tentu saja menyongsong rutinitas lain dengan mental yang lebih kuat.

Jadi, me time saya ya memang berat-berat begitu dan tetap menyenangkan. Nah, bagaimana dengan me time kalian? Coba share cerita me time kalian di kolom komentar. :)

Nukilan Novel Mata Pena dan Sepotong Kisah Proses Menulis

$
0
0


Saat post ini diunggah ke ayuwelirang.com, naskah novel thriller saya yang pertama sudah ada di meja penerbit dan sedang mengalami pendedahan. Akhirnya, naskah sebanyak 57.000 kata dengan jumlah halaman 189. Ini merupakan naskah thriller pertama saya yang selesai (karena bisa dibilang saya memiliki 2 judul naskah thriller lain yang menunggu diselesaikan). Naskah ini menjadi naskah thriller pertama yang bisa diselesaikan dalam jangka waktu 10 bulan. Haha. Lama ya? Maklum lah, sedang kurang produktif dan sering terdistraksi hal-hal lain.

Naskah ini telah saya swasunting sebanyak dua kali sebelum mengirimnya ke penerbit. Bisa dibilang hasil swasunting juga belum terlalu maksimal, karena saya masih kurang tega sama naskah sendiri. Banyak adegan yang masih tidak saya potong, tentu saja karena saya tidak tega. Tapi, sambil menunggu informasi dari editor, saya coba untuk merapikan naskah ini sehingga nantinya tidak terlalu sulit saat revisi.

Untuk proses penulisan sendiri, saya melewatinya dengan banyak membaca buku serupa, menonton film yang bertema investigasi dan kewartawanan, juga banyak riset mengenai posisi di kepolisian maupun di redaksi koran harian juga majalah mingguan dengan banyak tulisan feature yang mendalam. Kemudian, teknis penulisan atau pembagian porsi tokoh (kebetulan tokoh di novel ini cukup banyak), jadi saya membaca novel-novel thriller Indonesia yang melibatkan banyak tokoh, seperti Katastrofa, Spammer, Rencana Besar, Sudut Mati, Metropolis, dan lain-lain.

Nah, tanpa banyak bicara lagi, saya lampirkan nukilan novel saya yang rencananya akan diberi judul "Mata Pena". Selamat membaca!

P.S. 
Untuk mengikuti proses penulisan Mata Pena lainnya, silakan cek dan klik label Mata Pena.

***

Mata Pena - Bagian 1

Sejak pagi, Saski sudah sibuk merapikan portofolio artikel berita yang ia tulis dan juga riwayat hidup. Setelah melahap nasi goreng, minum kopi, dan kumur-kumur membersihkan gigi, ia lalu bergegas untuk berangkat menuju wawancara kerja yang ke-10 kali di tahun ini. Sudah setahun ke belakang ia menganggur, dan kini ia butuh uang. Ibunya yang pensiunan guru, membuat ia merasa tak enak kalau kerjanya hanya menganggur saja di rumah. Dan setelah melewati renungan panjang, ia pun memutuskan untuk bekerja.

Saski pun keluar rumah. Berlari kecil, ia menuju ibunya yang sedang menyiram bunga-bunga di halaman rumahnya, sambil sesekali menghalau ayam peliharaan keluarga yang penasaran dengan bunga-bunga.

“Bu, Saski berangkat dulu. Doakan!” seru Saski senang. Ia lalu mencium punggung tangan Ibunya dan bergegas keluar pagar yang langsung menghadap gang kecil di belakang dinding tinggi Balai Sudirman.

Interview ke berapa ini?” tanya Ibunya prihatin. Pasalnya, sudah beberapa panggilan kerja ia datangi, tapi belum ada satu pun yang berhasil.

Sambil berlari meninggalkan rumah, Saski berseru, “Semoga yang ini lolos, udah tinggal user interview!”

Sampai di stasiun Tebet, kereta yang Saski akan tumpangi masih berada di stasiun Cawang. Saat bunyi lonceng stasiun terdengar, ia bersiap menaiki kereta jurusan Bogor - Jatinegara yang melewati stasiun Sudirman. Dengan begitu, ia tak perlu transit di Manggarai untuk berpindah kereta. Kereta pagi sudah pasti penuh seperti biasa dan kemungkinan di Manggarai, penumpang akan berjubel jumlahnya. Saski memutuskan untuk berdiri di dekat pintu keluar kereta agar tidak harus berdesakkan dengan pekerja lainnya yang menuju tengah kota Jakarta.

Diliriknya jam di pergelangan tangan kanannya, dan ia beberapa kali menghela napas khawatir. Pasalnya, tiga puluh menit lagi waktu wawancara kerja akan dimulai dan kereta yang ia tumpangi masih tertahan di antara Manggarai - Sudirman. Sudah jadi rahasia umum kalau kereta jurusan yang satu ini memang kadang sering tertahan di jalur menuju Sudirman. Sambil menunggu kereta melanjutkan perjalanan, Saski mengecek telepon genggamnya. Dibukanya situs berita dan mulailah ia mempelajari isi dari berita yang disediakan oleh situs berita itu.

***

“Mas Satria! Rayi ada info nih,” seru seorang reporter perempuan sambil berlari kecil ke arah Satria--pria berambut gondrong ikal sebatas leher, berusia 28 tahun yang menjadi ujung tombak terbitnya headline  kontroversial harian Lugas.

Sambil mengikat rambut gondrongnya lalu menyiapkan kamera, Satria menjawab, “Ada apaan dia? Penting nggak nih infonya? Gue buru-buru mau ke konferensi pers Priyanka sama Subono.”

“Rayi bilang, rangkaian hilangnya mahasiswa itu kemungkinan ada sangkut-pautnya sama organisasi militannya Barus Purna. Dia tanya, selanjutnya dia ke redaksi dulu atau gimana? Dia mau kejar narasumber lain,” jelas Fira, reporter perempuan yang badannya mungil itu.

“Barus Purna?” Satria menghentikan kegiatan merapikan kamera. Sesungging senyum antusias terbit di bibirnya. Ia lalu bergegas memasukkan peralatan ke dalam ranselnya sebelum benar-benar pergi. “Ya udah, nanti gue hubungi Rayi langsung deh. Lo sekarang rapikan aja hasil laporan soal kasus korupsi pengadaan buku braille untuk tuna netra. Oh ya, nanti tolong info Ibu Bos ya kalau beliau tanya gue ke mana.”

“Siap Mas!” seru Fira antusias. Ia lalu kembali ke meja, beriringan dengan Satria yang segera menuju parkiran kantor redaksi harian Lugas. Beberapa menit kemudian, ia sudah berada di atas motornya menuju acara konferensi pers calon gubernur pasangan Priyanka Mukti dan Bagus Subono.

***

Ruangan berpendingin yang kini Saski singgahi adalah ruangan rapat para redaktur dan reporter Majalah Integral. Saski menggoyangkan paha kanannya ke atas dan ke bawah, tanda ia cemas dan grogi. Ia sedang menunggu salah satu redaktur di Integral untuk mewawancarainya. Hari ini adalah tahap wawancara langsung dengan user atau yang biasa disebut user interview. Dan user yang dimaksud adalah salah satu redaktur dari majalah tersebut. Sambil melihat sekeliling, ia mengintip melalui sela-sela kaca ruang rapat yang tidak tertutupi pelapis. Di sana, ia melihat kondisi redaksi yang sangat sibuk. Telepon berdering, suara orang berteriak dan lalu lalang, juga suara orang mengetik dengan cepat di atas papan ketik komputer. Sementara itu, ruangan rapat di mana Saski berada begitu sunyi. Saski memfokuskan pikirannya dan menghalau grogi yang menjalari dirinya. Dilihatnya jam dinding di bagian atas papan tulis, dan setelah itu diperhatikannya jam tangan di pergelangan tangan kirinya. Kedua jam itu berbeda sepuluh menit. Saski lalu menyamakan jam di tangannya dengan yang ada di dinding. Meski ia belum tahu apakah akan diterima atau tidak, ia bersiap untuk menyamakan ritme detik pada kedua jam itu.

Pintu ruangan rapat terbuka, dan suara ramah perempuan menyapa Saski. “Aduh maaf ya menunggu lama. Saya tadi nunggu berkas kamu dari HRD dulu nih.”

Saski pun berdiri dan hendak menyalaminya, namun perempuan itu berkata, “Duduk aja, nggak apa-apa.”

Saski tersenyum ramah dan kembali duduk. Kemudian, mereka pun bersalaman. “Saya Saski Prasanti, Bu,” jelasnya ramah.

“Saya Saraswati Liman, redaktur desk Lingkungan, Kesehatan, dan Teknologi atau Lingkestek. Panggil saya Mbak Saras aja,” balas Saras, perempuan ramah berambut pendek dan memakai kacamata tebal menghiasi tulang hidungnya yang mancung. Ia lalu melanjutkan, “Nah, kita mulai aja wawancaranya ya. Silakan perkenalkan tentang diri kamu dan kenapa kamu tertarik melamar sebagai reporter desk Kriminal? Oh ya, santai aja ya. Anggap aja sedang ngobrol-ngobrol.”

Saski mengangguk dan ia pun mulai bercerita tentang ketertarikannya melamar ke Majalah Integral. Sedangkan Saras sesekali melihat rekam jejak kehidupan Saski yang dituliskannya dalam sebuah curriculum vitae sederhana, tanpa banyak pengalaman kerja.

Sambil berdehem kecil, Saras bertanya, “Jadi, kamu belum pernah kerja secara formal sama sekali ya, di dunia pers?”

“Belum Mbak. Saya hanya mempraktikkan jurnalisme warga aja biasanya. Beberapa berita yang saya temukan dari berbagai sumber, atau yang sedang terjadi di sekitar saya, biasanya saya bagikan melalui situs jurnalisme warga yang cukup banyak tersebar di dunia maya,” jelas Saski.

“Contohnya situs apa saja?”

Saski berdiam agak lama sebelum akhirnya melanjutkan, “Biasanya saya bagi lewat matapena dot com dan inspirasikini dot net, Mbak.”

Saras mengangguk paham. Ia pun bertanya lagi, “Tapi, kamu bisa pastikan berita yang kamu tulis itu objektif tanpa menyudutkan pihak tertentu? Saya pernah dengar sedikit selentingan, inspirasikini dot net itu pernah terlibat kasus saat pemilihan presiden pada tahun 2014 silam. Kantor redaksinya yang tidak seberapa itu juga pernah didatangi pihak tak dikenal dan dilempari batu, bukan?”

“Kalau dari sisi saya pribadi, saya pastikan kalau berita yang saya tulis sudah objektif. Tapi, biasanya kontributor tidak tetap seperti saya itu tulisannya dikirim lewat surel dan tidak pernah melihat langsung proses editorial yang berlangsung di kantor redaksi. Jadi, kalau masalah isi beritanya yang sering diputarbalik, saya juga tidak paham. Waktu itu, yang saya pikir hanyalah kesenangan saya menulis berita. Saya tidak tahu kalau ujungnya jadi seperti itu,” jelas Saski tanpa ragu. Saski lalu mengelap keringat yang meluncur dari dahinya. Ruangan berpendingin yang kini berisi Saski dan Saras itu entah kenapa jadi lebih mengintimidasi. Saski jadi semakin grogi.

Saras yang memperhatikan Saski dari lirikan kecil, akhirnya sedikit tertawa. “Aduh maaf ya, jadi serius gini. Kamu nggak grogi kan?”

Pertanyaan retoris. Sudah pasti Saski grogi. Tapi, ia hanya mengangguk malu dan mengambil tisu di meja setelah dipersilakan oleh Saras.

“Nah saya lanjut lagi ya. Kalau Mata Pena sendiri saya kurang tahu. Ini media independen ya?” tanya Saras melanjutkan.

Kali ini, Saski membangun kembali kepercayaan dirinya dan menjelaskan dengan runut.

“Mata Pena ini sejujurnya media independen yang saya kembangkan bersama beberapa teman semasa kuliah yang satu UKM dengan saya. Namun, karena beberapa teman sudah memiliki pekerjaan tetap, mereka hanya menyumbang artikel saat sempat saja. Untuk memastikan bahwa situs ini tetap valid sebagai media independen dan konten alternatif untuk pembaca, saya yang masih nganggur harus banting tulang untuk mengisinya. Jadi, alasan saya setahun belakangan belum mencari pekerjaan formal dalam dunia pers, karena saya bertindak sebagai penanggung jawab Mata Pena sekaligus untuk mengisinya dengan informasi dan berita terkini agar situs tersebut tidak mati. Bagi saya, media independen ini penting, karena dari yang saya lakukan setahun belakangan hasilnya cukup terlihat. Media ini tidak berat sebelah dan netral. Untuk lebih jelasnya Mbak Saras bisa melihat langsung ke halaman situs tersebut. Oh ya, ini juga ada beberapa artikel yang sudah saya cetak. Mbak bisa baca artikel asli dan artikel yang sudah memasuki proses sunting di Inspirasi Kini.”

Saras tertarik melihat persiapan wawancara Saski. Semua hal sudah dipersiapkan secara matang dan sepertinya ia memang siap. Dilihatnya waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas siang, dan Saras harus menutup wawancara kali itu.

“Nah, sepertinya sekian dulu wawancara kali ini. Saya sendiri tertarik dengan kamu dan penjelasan kamu, tapi saya harus diskusi dulu dengan redaktur pelaksana di Integral dan Bapak Pemred. Kebetulan, mereka berdua sedang tidak ada di tempat, jadi mungkin akan ada proses wawancara terakhir. Untuk berkas artikel punya kamu ini boleh saya bawa ya?”

Saski mengangguk lega dan ia pun menjawab, “Boleh, Mbak. Silakan dipertimbangkan.”

Mereka berdua lalu berdiri dan bersalaman. Saski lalu keluar dari ruangan diikuti dengan Saras, sembari mengobrol singkat. Saras mengantar Saski sampai ke pintu keluar dan mereka pun berpisah di sana, karena Saras harus memberi pengumuman pada para reporter dan redaktur untuk bersiap rapat sebelum makan siang untuk mengulas hasil investigasi dan laporan dari masing-masing.

***

Setelah keluar dari kantor Majalah Integral yang berlokasi di sekitar Latuharhari, dekat Komnas HAM, Saski memutuskan untuk balik arah menuju stasiun Sudirman. Tak ada kegiatan lain, ia bermaksud mengunjungi Diki, sahabatnya yang bekerja di Pondok Cina, Depok. Saski pun berjalan santai menyusuri pinggiran Latuharhari sampai Jalan Kendal yang sejuk karena pohon rindang berdiri di sepanjang jalan itu. Pohon-pohon itu menaungi jalanan di depan rumah-rumah besar dengan arsitektur mewah dan tua, meski Saski tak yakin apakah di rumah itu ada manusia yang menghuninya? Saski melihat ke langit yang cerah dan berawan. Sambil tersenyum, ia berdoa agar usahanya kali ini membuahkan hasil. Ia sangat ingin bekerja dan membantu ibunya agar tidak kesulitan menghidupi mereka berdua hanya dari sisa uang pensiun. Namun, di balik alasan penghidupan keluarga, masuknya Saski ke Integral juga didominasi alasan lain.
Viewing all 246 articles
Browse latest View live